Minggu, 20 Mei 2018

Bukan Sekedar Mubaligh Pilihan.

BUKAN SEKEDAR MUBALIGH PILIHAN


Rata-rata ulama kibar yang pernah ada di negeri ini tidak disenangi oleh pemerintah di masa hidupnya, namun ia tetap dicatat di hati umat, hingga saat ini. Hal serupa akan kita dapati pula di banyak sejarah para ulama (salaf) di dunia.

Buya Hamka adalah diantara ulama kibar negeri ini, pernah di penjara di masa presiden Soekarno, memilih mundur dari jabatan ketua MUI di masa Soeharto. Buya Hamka lebih memilih mundur dari ketua MUI, daripada harus mencabut fatwa haramnya natalan bersama, seperti yang diinginkan penguasa saat itu.

Begitulah ulama yang teguh memegang prinsip, menjaga marwah, tidak akan goyah berhadapan dengan penguasa. Saat pemerintah salah mereka tidak diam, tapi menyuarakan kebenaran. Bukan sekedar amar makruf dalam berdakwah, tapi juga ada nahi munkarnya. Mereka berani, karena hakikat ulama hanya takut kepada Allah.

Ibnul Qayyim pernah berkata, "Barangsiapa meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar karena takut kepada makhluk, maka akan dicabut darinya rasa ketaatan".

Maka, jika hari ini ada mubaligh atau ulama pilihan pemerintah, direkomendasikan oleh Ormas Islam katanya, bukan berarti mubaligh atau ulama yang tidak tercatat di daftar pilihan pemerintah, buruk kualitasnya di Indonesia.

Bahkan mubaligh kondang yang digandrungi masyarakat sekalipun saat ini, selalu renyah saat berdakwah, tegas bila menyangkut marwah Islam, berpihak kepada kepentingan umat, ternyata bukanlah diantara 200 mubaligh pilihan penguasa. Karena memang penilaian umat yang apa adanya akan selalu berbeda dengan nuansa yang penuh kepentingannya.

Satu hal, para ulama salaf telah memberi teladan, berkata penuh hikmah yang mendalam, menjadi baik apalagi membaikan diri dihadapan penguasa bukanlah suatu kebaikan, apalagi kebanggaan.

Abu Hazim (Salamah bin Dinar) berkata, "Sesungguhnya sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai para ulama, dan sejelek-jelek ulama adalah yang mencintai para pemimpin". Sebab, cinta yang tidak terarah bisa salah arah.

Maimun bin Mahram berkata, "Bergaul dengan penguasa mempunyai dua bahaya. Jika engkau mentaatinya, maka engkau akan membahayakan agamamu. Jika engkau mengingkarinya, maka engkau akan membahayakan dirimu sendiri. Yang paling selamat adalah penguasa itu tidak mengenalimu".

Abu Hurairah berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi umat ini selain tiga hal: cinta dunia dan harta, cinta kedudukan, dan mendatangi pintu-pintu penguasa" [Dikutip dari buku Kamus Nasihat Para Ulama, Muhammad Al Fatih]

Sudah menjadi lumrah, saat kita memilih pasti yang sesuai selera. Sudah menjadi lumrah pula, selera orang lain ada yang berbeda dengan selera kita. Maka, sesuaikanlah 'selera' kita dengan keridhoan Allah, pasti Allah tanamkan cinta di hati banyak manusia.

Wallahu A'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara Hari Kamis besok tepat tanggal 8 Syawwal 1442 H. Dalam tradisi masyarakat muslim...