Kamis, 05 Oktober 2017

Antara MBS dan MBM Oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I




ANTARA MBS DAN MBM
Oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I
Guru SD Islam Al Azhar 8 Kembangan Jakarta Barat


Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS )
Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “school-based management”. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.

Menurut hemat penulis, MBS merupakan gebrakan baru dan cukup spektakuler dalam pengelolaan pendidikan, mengingat gebrakan ini lebih menekankan kepada kemandirian dan kerja aktif dari tiap sekolah, maka hal ini senada dengan pendapat Suprihatin dkk yang menyatakan bahwa MBS merupakan ajang dari sekolah dalam meningkatkan kemandirian  dan kreatifitas sekolah[1]. Nurcholis mengatakan Manajemen berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari desentralisasi pendidikan[2].
         
Defenisi yang lebih luas tantang MBS dikemukakan oleh Wohlstetter dan Mohrman sebagaimana dikutip juga oleh Hasbullah, 2006: 67), yaitu sebuah pendekatan politis untuk mendesain ulang organisasi sekolah dengan memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada partisipan sekolah pada tingkat lokal guna memajukan sekolahnya.[3]

Depdiknas merumuskan pengertian MBS sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipasif yang melibatkan secara langsung warga seklah ( Guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua, dan masyarakat)[4] untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pemerintah

Menurut tim Bappenas dan Bank Dunia yang dikutib oleh Drs. B Suryobroto[5], MBS merupakan bentuk alternative pengelolaan sekolah dalam program desentralisasi bidang pndidikan, yang ditandai dengan adanya otonomi luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarkat yang tinggi, dan masih dalam kerangka kebijakan pendidikan Nasional

Memang banyak ahli yang memberikan definisi tapi ecara umum menurut Pemakalah bahwa Manajemen Berbasis Sekolah  (MBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua  warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional

Lebih lanjut istilah manajemen sekolah acapkali disandingkan dengan istilah administrasi sekolah. Berkaitan dengan itu, terdapat tiga pandangan berbeda; pertama, mengartikan administrasi lebih luas dari pada manajemen (manajemen merupakan inti dari administrasi), kedua, melihat manajemen lebih luas dari pada administrasi (administrasi merupakan inti dari manajemen); dan ketiga yang menganggap bahwa manajemen identik dengan administrasi[6].

Dalam hal ini, istilah manajemen diartikan sama dengan istilah administrasi atau pengelolaan, yaitu segala usaha bersama untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal. Pengertian manajemen menurut Hasibuan merupakan ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi manajemen tersebut menjelaskan pada kita bahwa untuk mencapai tujuan tertentu, maka kita tidak bergerak sendiri,  tetapi membutuhkan orang lain untuk bekerja sama dengan baik.

Lebih lanjut, berdasarkan fungsi pokoknya, istilah manajemen dan administrasi mempunyai fungsi yang sama, yaitu: merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation).




Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS )
Setiap segala sesuatu yang dilakukan pastimemiliki tujuan. Adapun tujuan dari manajemen berbasis sekolah adalah sebagai berikut

  1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam megelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia, karena menurut pemakalah seberapa hebatpun sumber daya yang tersedia kalau tidak dikelola dengan baik sama saja tidak ada gunanya   
  2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
  3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya 
  4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai[7].

Selanjutnya, Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan[8].Adapun keuntungannya adalah sebagai berikut:
  1. Kebijaksanaan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua, dan guru.
  2. Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal.
  3. Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.
  4. Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancangan ulang sekolah, dan perubahan perencanaan. 

Manfaat Manajemen Berbasisi Sekolah ( MBS )

Segala sesuatu yang dilakukan juga pasti mempunyai urgensi dan manfaat, entah itu sedikit maupun banyak, maka Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ) memberikan beberapa manfaat diantaranya:
  1. Dengan kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugasnya;
  2. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah, dalam peranannya sebagai manajer maupun pemimpin sekolah;
  3. Guru didorong untuk berinovasi, bahkan menurut pemakalah guru juga lebih bebas dalam mewarnai pengajarannya

Implementasi Manajemen Berbasis ekolah ( MBS )
Dalam mengimplementasikan MBS terdapat 4 (empat) prinsip yang harus difahami yaitu:
Kekuasaan
Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien. Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa. Seberapa besar kekuasaan sekolah tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Pemberian kekuasaan secara utuh sebagaimana dalam teori MBS tidak mungkin dilaksanakan dalam seketika, melainkan ada proses transisi dari manajemen yang dikontrol pusat ke MBS.
Kekuasaan yang lebih besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
  1. Melibatkan semua fihak, khususnya guru dan orangtua siswa.
  2. Membentuk tim-tim kecil di level sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan tugasnya
  3. Menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah. 
Pengetahuan
Menurut hemat pemakalah, kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar.
  1. Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah: pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
  2. Memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school review, bencmarking, SWOT, dll).
Sistem Informasi
Menurut pemakalah, sekolah yang melakukan MBS juga perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program sekolah, Seperti halnya di SDI Al-Azhar 8 Kembangan, disana sudah dilengkapi sistem informasi berupa Layanan online melalui I-Global[9]. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru dan Prestasi siswa[10]

Sistem Penghargaan
Di SDI Al Azhar 8 Kembangansudah mengadakan sistem pemberan reward kepada tenaga kependidikan yang memang berperan aktif dan ikut andil mengharumkan nama baik sekolah, seperti pada akhir bulan Desember kemarin, Pak Hamim sebut saja sudah menerima penghargaan sebaik karyawan kebersihan terbaik[11]. Menurut pemakalah sekolah yang melaksanakan MBS memeang perlu menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa. Dengan sistem ini diharapkan akan muncul motivasi dan ethos kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan yang dikembangkan harus bersifat adil dan merata. 

Hambatan Pelaksanaan MBS
Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :

Tidak Berminat Untuk Terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu. 

Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.

Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.

Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi, dan sebagainya.

Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab Baru
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.

Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal, mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi, oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.

Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat: meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan lebih baik[12].

Manajemen Berbasis Masyarakat ( MBM )
Pengertian Manajemen Berbasis Masyarakat ( MBM )
Kalau kita pahami ternyata konsep MBM adalah : dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat (Sihombing, U. 2001)[13]. Dari konsep di atas dapat dinyatakan bahwa MBM adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan menekankan pentingnya partisipasi masyarakat pada setiap kegiatan belajar serta bertujuan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Konsep dan praktek MBM tersebut adalah untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, mandiri dan memiliki daya saing dengan melakukan program belajar yang sesuai kebutuhan masyarakat.

Dengan demikian tenaga pendidikan (pihak-pihak terkait) harus melakukan akuntabilitas (pertanggungjawaban) kepada masyarakat. Menurut Sagala, S. akuntabilitas dapat mengembangkan persatuan bangsa serta menjawab kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat. Pengembangan akuntabilitas terhadap masyarakat akan menumbuhkan inovasi dan otonomi dan menjadikan pendidikan berbasis pada masyarakat (community based education)[14].

Untuk mewujudkan output pendidikan yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat dibutuhkan pendidikan yang bermutu. Apabila kita lihat mutu pendidikan di negara kita saat ini masih menghadapi beberapa problematika.

Beberapa problem mengenai mutu pendidikan kita seperti yang diungkapkan DR. Arief Rahman dalam Mukhlishah, 2002 adalah :
  1. Pembiasaaan atau penyimpangan arah pendidikan dari tujuan pokoknya.
  2. Malproses dan penyempitan simplikatif lingkup proses pendidikan menjadi sebatas pengajaran.
  3. Pergeseran fokus pengukuran hasil pembelajaran yang lebih diarahkan pada aspek-aspek intelektual atau derajat kecerdasan nalar.
Menurut Surya, M. salah satu problematika pendidikan di Indonesia adalah keterbatasan anggaran dan sarana pendidikan, sehingga kinerja pendidikan tidak berjalan dengan optimal[15].

Adapun menurut hemat pemakalah inti dari problematika pendidikan di Indonesia dewasa ini adalah tidak tersedianya lapangan kerja yang signifika, sehingga banyak pengangguran, dan yang lebih memprihatinkan lagi banyak dari pengangguran tersebut adalah para sarjana lulusan Perguruan tinggi. Persoalan tersebut menjadi lebih komplek jika kita kaitkan dengan penumpukan lulusan karena tidak terserap oleh masyarakat atau dunia kerja karena rendahnya kompetensi mereka. Mutu dan hasil pendidikan tidak memenuhui harapan dan kebutuhan masyarakat atau mempunyai daya saing yang rendah.

Indikator yang menunjukkkan rendahnya mutu hasil pendidikan kita adalah kepekaan sosial alumni sistem pendidikan terhadap persoalan masyarakat yang seharusnya menjadi konsen utama mereka, seperti :
  1. Alumni kedokteran tidak menunjukkan kepekaan sosial terhadap maraknya wabah demam berdarah, sehingga lonjakan wabah tersebut di beberapa daerah harus dibarengi dengan ironi kekurangan tenaga medik dan paramedik, sehingga terjadilah kisah tragis Indah di Indramayu.
  2. Kesulitan untuk mencari guru mengaji di sebagian besar masjid-masjid kota pontianak dan Kab./Kota lainnya di Propinsi kalimantan Barat merupakan hal yang sulit kita pahami, mengingat STAIN Pontianak hingga saat ini telah meluluskan banyak alumni.
  3. Sangat ironis terjadi bagi masyarakat Kalimantan Barat jika harus kekurangan tenaga dan ahli pertanian sehingga banyak areal pertanian terbengkalai atau salah urus, mengingat Untan dan IPB meluluskan ratusan sarjana pertanian setiap tahunnya.
Kalau kita perhatikan kisah-kisah ironis tersebut menggambarkan secara jelas bahwa kompetensi moral dan kompetensi sosial SDM keluaran sistem pendidikan kita sangat tidak compatible dengan tuntutan dunia kerja di dalam masyarakatnya. Sistem pendidikan tidak menjadikan masyarakat sebagai dasar prosesualnya dan tidak berakar pada sosial budaya yang ada.

Pendidikan berjalan di luar alam sosial budaya masyarakatnya, sehingga segala yang ditanamkan (dilatensikan) melalui proses pendidikan merupakan hal-hal yang tidak bersentuhan dengan persoalan kehidupan nyata yang dihadapi masyarakat tersebut.

Implikasinya adalah terputus mata rantai budaya sosial antara satu generasi dengan generasi berikutnya. Generasi yang lebih muda menjadi tidak mampu mewarisi dan mengembangkan bangunan budaya sosial yang dikonstruksi oleh generasi pendahulunya, bahkan tidak mampu mengapresiasi dan seringkali berperilaku yang cenderung berakibat mengenyahkannya. Generasi seperti ini cenderung hanya mampu melihat kekurangan-kekurangan pendahulunya, tanpa menawarkan jalan keluar dan penyelesaiannya. Kisah yang sangat biasa bagi orang pribumi yang kaya raya dari hasil usaha dan bisnisnya, anak mereka menghancurkan perusahaan dan menghabiskan kekayaan untuk berfoya-foya.

Hal seperti ini tidak terjadi pada tradisi etnis tionghoa, dimana yang kaya akan menjadi lebih kaya karena putra-putrinya dipersiapkan untuk menjadi pewaris yang mampu mengembangkan bisnis yang dirintis oleh kedua orang tuanya. Misalnya dengan membiasakan anaknya magang di setiap outlet orang tua dan memperoleh perlakuan seperti layaknya pegawai, dengan demikian mereka mempunyai akselerasi belajar yang jauh lebih tinggi karena segala pelajaran yang diperoleh di sekolah memperoleh penguatan melalui aktivitas praktis yang dijalaninya.

Sejalan dengan dicanangkannya KBK, pemerintah juga melakukan pembaharuan manajemen sekolah dengan mengeluarkan kebijakan agar sekolah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS adalah model manajemen yang memberikan keleluasaan / kewenangan kepada sekolah untuk mengelola sekolahnya sendiri dengan meningkatkan keterlibatan warga sekolah dan masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah dengan tetap memperhatikan standar pendidikan nasional

Pendidikan kita selama ini memandang sekolah sebagai tempat untuk menyerahkan anak didik sepenuhnya. Sekolah dianggap sebagai tempat segala ilmu pengetahuan dan diajarkan kepada anak didik. Cara pandang ini sangat keliru mengingat sistem pendidikan juga harus dikembangkan di keluarga. Sekolah hanyalah sebagai instrumen untuk memperluas cakupan dan memperdalam intensitas penanaman cita-cita sosial budaya yang tidak mungkin lagi dikembangkan melalui mekanisme keluarga

Memulai kembali menata pendidikan dengan mempertahankan fungsi keluarga dan masyarakat sebagai basis pendidikan di sekolah bukan lagi ide untuk masa depan tetapi menjadi tuntutan yang sangat mendesak. Upaya ini akan menjadi cara untuk mengembalikan sistem pendidikan kita kepada hakekat pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan yang hakiki adalah suatu langkah prosedural yang bertujuan untuk melatenkan kemampuan sosial budaya berupa program-program kolektif alam pikir, alam rasa, dan tradisi tindak manusia ke dalam pribadi dan kelompok manusia muda agar mereka siap menghadapi segala kemungkinan yang timbul di masa datang.

Karena itu diperlukan partisipasi semua elemen (stakeholder) terutama orang tua dan masyarakat. Untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan perlu dikembangkan model pendidikan berbasis masyarakat, di mana proses pendidikan tidak terlepas dari masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai basis keseluruhan kegiatan pendidikan. Semua potensi yang ada di masyarakat apabila dapat diberdayakan secara sistemik, sinergik dan simbiotik, melalui proses yang konsepsional, dapat dijadikan sebagai upaya yang strategis dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Tujuan Pendidikan berbasis Masyarakat ( MBM )
Diantara tujuan pengembangan pendidikan berbasis Masyarakat adalah:
  1. Membantu pemerintah dalam mobilisasi SDM setempat dan dari luar serta meningkatkan peranan Masyarkat untuk mengambil bagian lebih besar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi Pendidikan disemua jenjang, jenis dan jalur Pendidikan
  2. Mendorong perubahan sikap dan persepsi Masyarakat terhadap rasa kepemilikan sekolah, tanggung jawab kemitraan, toleransi dan kesediaan menerima sosial budaya.
  3. Mendukung inisiatif pemerintah dalam meningkatkan dukungan Masyarkat terhadap sekolah, khususnya orang tua dan anggota Masyarkat lainnya melalui kebijakan desentralisasi.
  4. Mendukung peranan Masyarakat mengembangkan inovasi kelembagaan untuk melengkapi, meningkatkan, dan mensinergikan dengan peran sekolah, dan untuk meningkatkan mutu dan relevansi, membuka kesempatan lebih besar dalam memperoleh Pendidikan[16].

Paradigma Baru Pendidikan dalam undang-undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.

Dengan demikian Peran serta Masyarakat dalam pendidikan sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan peran yang sudah ada dengan lebih terarah dan terencana dengan baik sehingga kepedulian masyarakat terhadap pendidikan sangat tinggi dengan aktif berperan serta sesuai dengan tata laksana yang benar.

Pendidikan tanpa dukungan dan keikutsertaan masyarakat dalam mensukseskannya akan menyebabkan malproduct dan hanya mengejar status bukan keahlian dan mengantisipasi kebutuhan masyarakat. Ada peran-peran yang dapat diambil oleh masyarakat dalam menuangkan ide atau keinginannya dan bagaimana sebenarnya pendidikan berbasis masyarakat dapat diimpelementasikan serta apa peran pemerintah dan masyarakat dalam menyukseskannya.

Implementasi Pendidikan Berbasis Masyarakat ( MBM )
Lembaga Pendidikan berbasis Masyarakat pada jalur pendidikan formal dan non formal dapat memperoleh bantuan teknis, Subsidi dana dan Sumber daya lain yang tata cara mengenai bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lainnya tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
  1. Bantuan teknis, yaitu penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat berupa bantuan tenaga ahli serta pendidikan atau pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan.
  2. Subsidi dana penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah berupa biaya operasi.
  3. Sumber daya lain dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal berbasis masyarakat dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat berupa pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan dan sarana dan prasarana pendidikan. 
Kendala Implementasi Pendidikan Berbasis Masyarakat ( MBM )
Kendala dalam mengimplementasikan Pendidikan Berbasis Masyarakat menurut Sagala S. adalah:
  1. Sistem perencanaan, pengangguran dan pertanggungjawaban keuangan yang dianut pemerintah masih dari atas ke bawah
  2. Kurangnya kepercayaan pemerintah terhadap kemampuan atau kekuatan energi masyarakat.
  3. Sikap Birokrat yang belum mampu membiasakan diri bertindak sebagai pelayan.
  4. Karakteristik kebutuhan belajar masyarakat yang sangat beragam, sedangkan sistem perencanaan yang dianut masih turun dari atas dan bersifat standar.
  5. Sikap masyarakat dan juga pola pikir masyarakat dalam memenuhi kebutuhan masih tertuju pada hal-hal yang bersifat kebutuhan badani / kebendaan.
  6. Budaya menunggu pada sebagian besar masyarakat kita.
  7. Tokoh panutan, yaitu tokoh-tokoh masyarakat yang seyogyanya berperan sebagai panutan sering berperilaku seperti birokrat.
  8. Lembaga sosial masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan masih kurang.
  9. Keterbatasan anggaran, sarana prasarana belajar, dan tenaga kependidikan.
  10. Egoisme sektoral, yaitu masih ada keraguan di antara prosedur yang berbeda tentang kedudukan masyarakat dalam institusi pendidikan berkaitan dengan pendidikan berbasis masyarakat yang masih menonjolkan karakteristiknya masing-masing[17]. 
Peran Pemerintah dalam Menggalakkan Pendidikan Berbasis Masyarkat (MBM)
Langkah Strategi Reposisi Pendidikan Berbasis Masyarkat adalah bagaimana aktualisasi pemerintah dalam menggalakan pendidikan berbasis Masyarakat dan Reaktifasi Masyarakat dalam mensukseskan pendidikan tersebut.
Beberapa peran yang diharapkan dapat dimainkan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan berbasis masyarakat menurut Sihombing, U. Adalah sebagai berikut:

Pelayan Masyarakat
Dalam mengembangkan pendidikan berbasis masyarakat seharusnya pemerintah memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Melayani masyarakat, merupakan pilar utama dalam memberdayakan dan membantu masyarakat dalam menemukan kekuatan dirinya untuk bisa berkembang secara optimal. Pemerintah dengan semua aparat dan jajarannya perlu menampilkan diri sebagai pelayan yang cepat tanggap, sepat memberikan perhatian, tidak berbelit-belit, dan bukan minta dilayani. Masyarakat harus diposisikan sebagai fokus pelayanan utama. 

Fasilitator
Pemerintah seharusnya merupakan fasilitator yang ramah, menyatu dengan masyarakat, bersahabat, menghargai masyarakat, mampu menangkap aspirasi masyarakat, mampu membuka jalan, mampu membantu menemukan peluang, mampu memberikan dukungan, mampu meringankan beban pekerjaan masyarakat, mampu menghidupkan komunikasi dan partisipasi masyarakat tanpa masyarakat merasa terbebani.

Pendamping Masyarakat
Pemerintah menjadi pendamping masyarkat yang setiap saat harus melayani dan memfasilitasi berbagai kebutuhan dan aktivitas masyarakat. Kemampuan petugas sebagai teman, sahabat, mitra setia dalam membahas, mendiskusikan, membantu merencanakan dan menyelenggarakan kegiatan yang dibutuhkan masyarakat perlu terus dikembangkan. Sebagai pendamping, mereka dilatih untuk dapat memberikan konstribusi pada masyarakat dalam memerankan diri sebagai pendamping. Acuan kerja yang dipegangnya adalah tutwuri handayani (mengikuti dari belakang, tetapi memberikan peringatan bila akan terjadi penyimpangan). Pada saat yang tepat mereka mampu menampilkan ing madya mangun karsa ( bila berada di antara mereka, petugas memberikan semangat), dan sebagai pendamping, petugas harus dapat dijadikan panutan masyarakat 

Mitra
Apabila kita berangkat dari konsep pemberdayaan yang menempatkan masyarakat sebagai subjek, maka masyarakat harus dianggap sebagai mitra. Hubungan dalam pengambilan keputusan bersifat horizontal, sejajar, setara dalam satu jalur yang sama. Tidak ada sifat ingin menang sendiri, ingin tampil sendiri, ingin tenar/populer sendiri, atau ingin diakui sendiri. Sebagai mitra, pemerintah harus dapat saling memberi, saling mengisi, saling mendukung dan tidak berseberangan dengan masyarakat, tidak terlalu banyak campur tangan yang akan menyusahkan, membuat masyarakat pasif dan akhirnya mematikan kreativitas masyarakat

Kesimpulan
Pendidikan berbasis Masyarakat merupakan trilogy peran serta masyarakat, yaitu dari Masyarakat, oleh Masyarakat dan untuk Masyarakat. Pendidikan dalam kebutuhan dasar masyarakat dalam meningkatkan kualitas sumber daya insani yang dapat memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan. Pendidikan dari masyarakat diaktualisasikan dalam bentuk perencanaan pendidikan yang matang dan disalurkan dalam wadah komite sekolah dengan dukungan unsur sekolah sehingga adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan.


Diperlukan kerjasama yang sangat kompak antara pemerintah dan masyarakat dalam bentuk job deskription antara keduanya yang diindakasikan dalam bentuk manajemen pendidikan yang berbasis masyarakat. Konsep manajemen berbasis masyarakat sama halnya dengan MBS ( School Based Management ) dalam memberikan kesempatan kepada masyarakat dalam peran sertanya dalam pendidikan 


            [1] Suprihatin dkk, Manajemen Sekolah. ( Semarang : UPT UNNES Press, 2004),hal. 128
             [2] Nurkolis,  Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. (Jakarta: Grasindo, 2003), Diakses dari www.alazhar Kembangan pada TANGGAL 25 Desember 2012
              [3] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia : Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), Hal. 67
             [4] Depdiknas,  Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan  Mutu Berbasis Sekolah., (Jakarta: Dikmenum, 2001) 
        [5] (tim Bapenas& Bank Dunia, 1999: 10), Diakses dari www.alazhar Kembangan pada Tanggal 25 Desember 2012
        [6] Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.  Diakses dari www.alazhar Kembangan pada Tanggal 25 Desember 2012 
           [7] E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan Implementasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002)hal. 87
           [8] www.google.com , Keuntungan Manajemen Berbasis Sekolah, Diakses dari www.alazhar Kembangan pada tanggal 20 Desember 2012
                [9] Hasil wawancara dengan Guru TIK SDI Al- Azhar 8 Kembangan, pada tanggal 20 Januari 2013
            [10] Masruroh, Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah, Diakses dari www.alazhar Kembangan Pada tanggal 20 Desember 2012
            [11] Wawancara Dengan Pak Hamim peraihpenghargaan karyawan terbaik SDI Al-Azhar 8 Kembangan
            [12] S, Sagala, Manajemen Berbasis sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. (Jakarta: PT Rakasta Samasta, 2024) Diakses dari www.alazhar Kembangan pada tanggal 20 Desember  2012
            [13] Sihombing, Pengertian Manajemen Berbasis Masyarakat, Diakses dari www.alzhar Kembangan Pada tanggal 20 Desember 2012
            [14] S, Sagala, Manajemen Berbasis sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu.
            [15] www.google. Aneka Problematika Pendidikan di Indonesia, Diakses dari www.alazhar Kembangan Pada Tanggal 20 Desember 2012
            [16] www.google .Tujuan Pendidikan Berbasis Masyarakat, Diakses dari www.alazhar Kembangan Pada Tanggal 20 Desember 2012
            [17] S, Sagala, Manajemen Berbasis sekolah dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara Hari Kamis besok tepat tanggal 8 Syawwal 1442 H. Dalam tradisi masyarakat muslim...