Kamis, 05 Oktober 2017

Etos Kerja Perspektif Islam dan Pendidikan Oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I.

Etos Kerja Perspektif Islam dan Pendidikan
Oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I. Guru SD Islam Al Azhar 8 Kembangan

Dalam artikel ini akan dibahas mengenai pengertian etos kerja, fungsi dan tujuan etos kerja, etos kerja dalam perspektif Islam, dan unsur-unsur etos kerja
  1. Pengertian Etos Kerja
Dil Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata “etos” berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang bermakna watak atau karakter. Maka secara lengkapnya “etos” ialah : “Karakteristik dan sikap, kepercayaan serta kebiasaan, yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia”[1].
Dari perkataan etos terambil pula perkataan “etika” dan “etis” yang merujuk kepada makna akhlak atau bersifat akhlaqi, yaitu kualitas dasar seseorang atau suatu kelompok, termasuk juga suatu bangsa (Webster’s New World Dictionary). Jadi, etos berarti : “Jiwa khas suatu kelompok manusia, yang pada gilirannya membentuk pandangan dasar bangsa tersebut tentang sesuatu yang baik dan yang buruk, yang akhirnya melahirkan etika dalam kehidupan kesehariannya”.
Adapun kerja adalah sesuatu yang setidaknya mencakup tiga hal yaitu:
1.      Dilakukan atas dorongan tanggung jawab
2.      Dilakukan karena kesengajaan dan perencanaan dan
3.      Memiliki arah dan tujuan yang memberikan makna bagi pelakunya.
Berdasarkan definisi tersebut, etos kerja setidaknya mencakupi beberapa unsur penting :
1.   Etos kerja itu bersumber dan berkaitan langsung dengan nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa seseorang. Itulah sebabnya menjadi sangat penting untuk menyeleksi setiap nilai yang akan kita tanamkan dalam jiwa kita.
2.   Etos kerja adalah bukti nyata yang menunjukkan pandangan hidup seseorang yang telah mendarah daging. Pandangan hidup yang benar tentu saja akan melahirkan etos kerja yang lurus. Begitu pula sebaliknya.
3.  Etos kerja menunjukkan pula motivasi dan dorongan yang melandasi seseorang melakukan kerja dan amalnya. Semakin kuat dan kokoh etos kerja itu dalam diri seseorang, maka semakin kuat pula motivasinya untuk bekerja dan beramal.
4.   Etos kerja yang kuat akan mendorong pemiliknya untuk menyiapkan rencana yang dipandangnya dapat menyukseskan kerja atau amalnya.
5.    Etos kerja sesungguhnya lahir dari tujuan, harapan dan cita-cita pemiliknya. Harapan dan cita-cita yang kuatlah yang akan meneguhkan etos kerjanya. Cita-cita yang lemah hanya akan melahirkan etos kerja yang lemah pula.
Etos menurut Geert sebagaimana dikutip oleh Taufik Abdullah dalam bukunya, Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi, etos diartikan sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang    dipancarkan hidup. Sedangkan kerja, menurut Taufik Abdullah, secara lebih khusus dapat diartikan sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau sesuatu yang imperatif dari diri, maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang telak bersifat sakral. Identitas diri yang terkandung di dalam hal ini, adalah sesuatu yang telah diberikan oleh tuntutan religius (agama)[2]
Bertitik tolak dari uraian itu, maka suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut :
1.      Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
2.   Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia.
3.     Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
4.  Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
5.    Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Sedangkan bagi individu atau kelompok masyarakat, yang dimiliki etos kerja yang rendah, maka akan menunjukkan ciri-ciri yang sebaliknya, yaitu:
1.      Kerja dirasakan sebagai suatu hal yang membebani diri
2.      Kurang dan bahkan tidak menghargai hasil kerja manusia,
3.      Kerja dipandang sebagai suatu penghambat dalam memperoleh kesenangan
4.      Kerja dilakukan sebagai bentuk keterpaksaan
5.      Kerja dihayati hanya sebagai bentuk rutinitas hidup.
Etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang sedang “membangun”, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai prasyarat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada manusianya untuk menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga dapat mengikis sikap kerja yang asal- asalan, tidak berorientasi terhadap mutu atau kualitas yang semestinya.
Nitisemito mengatakan bahwa indikasi turun/ rendahnya semangat dan kegairahan kerja antara lain :
1.      Turun/ rendahnya produktivitas
2.      Tingkat absensi yang naik/ rendah
3.      Labour turnover (tingkat perputaran buruh) yang tinggi
4.      Tingkat kerusuhan yang naik
5.      Kegelisahan dimana-mana
6.      Tuntutan yang sering terjadi
7.      Pemogokan[3]
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan etos kerja adalah sikap yang mendasar baik yang sebelum, proses dan hasil yang bisa mewarnai manfaat suatu pekerjaan.

  1. Fungsi dan Tujuan  Etos Kerja
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
1.      Pendorong timbulnya perbuatan.
2.      Penggairah dalam aktivitas.
3.     Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan[1]
Kerja merupakan perbuatan melakukan pekerjaan, kerja berarti melakukan sesuatu, sesuatu yang dilakukan. Kerja memiliki arti luas dan sempit dalam arti luas kerja mencakup semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non materi baik bersifat intelektual maupun fisik, mengenai keduniaan maupun akhirat. Sedangkan dalam arti sempit, kerja berkonotasi ekonomi yang persetujuan mendapatkan materi. Jadi pengertian etos adalah karakter seseorang atau kelompok manusia yang berupa kehendak atau kemauan dalam bekerja yang disertai semangat yang tinggi untuk mewujudkan cita-cita.
C.    Cara Menumbuhkan Etos Kerja
            Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang pengusaha atau manajer. Adapun cara untuk menumbuhkan etos kerja sebagaimana pemakalah kutip dari www. google. com adalah sebagai berikut :
1.      Menumbuhkan sikap optimis :
a.       Mengembangkan semangat dalam diri
b.      Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
c.       Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2.      Jadilah diri anda sendiri :
a.       Lepaskan impian
b.      Raihlah cita-cita yang anda harapkan
3.      Keberanian untuk memulai :
a.       Jangan buang waktu dengan bermimpi
b.      Jangan takut untuk gagal
c.       Merubah kegagalan menjadi sukses
4.       Kerja dan waktu :
a.       Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
b.      Jangan cepat merasa puas
5.      Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
a.       Latihan berkonsentrasi
b.      Perlunya beristirahat[2]
            Adapun aspek kecerdasan yang perlu dibina dalam diri, untuk meningkatkan etos kerja adalah sebagai berikut:
1.      Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2.      Semangat : keinginan untuk bekerja.
3.      Kemauan : apa yang diinginkan atau keinginan, kehendak dalam bekerja.
4.      Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan pekerjaan (janji dalam bekerja).
5.       Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam bekerja.
6.      Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi perusahaan.
7.      Peningkatan : proses, cara atau perbuatan meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8.      Wawasan : konsepsi atau cara pandang tentang bekerja 

D.    Etos Kerja dalam Perspektif  Islam

Dalam kehidupan pada saat sekarang, setiap manusia dituntut untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bekerja seseorang akan menghasilkan uang, dengan uang tersebut seseorang dapat membelanjakan segala kebutuhan sehari-hari hingga akhirnya ia dapat bertahan hidup. Akan tetapi dengan bekerja saja tidak cukup, perlu adanya peningkatan, motivasi dan niat.

Setiap pekerja, terutama yang beragama Islam, harus dapat menumbuhkan etos kerja secara Islami, karena pekerjaan yang ditekuni bernilai ibadah. Hasil yang diperoleh dari pekerjaannya juga dapat digunakan untuk kepentingan ibadah, termasuk di dalamnya menghidupi ekonomi keluarga. Oleh karena itu seleksi memilih pekerjaan menumbuhkan etos kerja yang islami menjadi suatu keharusan bagi semua pekerjaan. Adapun etos kerja yang islami tersebut adalah: niat ikhlas karena Allah semata, kerja keras dan memiliki cita-cita yang tinggi
Menurut Al-Ghazali dalam bukunya “Ihya-u “ulumuddin” yang di kutip Ali Sumanto Al-Khindi dalam bukunya Bekerja Sebagai Ibadah, menjelaskan pengertian etos (khuluk) adalah suatu sifat yang tetap pada jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak membutuhkan pemikiran.
Dengan demikian etos kerja Islami adalah akhlak dalam bekerja sesuai dengan nilai-nilai islam sehingga dalam melaksanakannya tidak perlu lagi di pikir-pikir karena jiwanya sudah meyakini sebagai sesuatu yang baik dan benar.
Menurut Dr. Musa Asy’arie, “etos kerja islami adalah rajutan nilai-nilai khalifah dan abd yang membentuk kepribadian muslim dalam bekerja. Nilai-nilai khalifah adalah bermuatan kreatif, produktif, inovatif, berdasarkan pengetahuan konseptual, sedangkan nilai-nilai ‘abd bermatan moral, taat dan patuh pada hukum agama dan masyarakat[3].
Toto Tasmara mengatakan bahwa “semangat kerja dalam Islam kaitannya dengan niat semata- mata bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah, sebab itulah dinamakan jihad fisabilillah”[4].
Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, diantaranya:
1.      Orientasi kemasa depan.
Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok[5]  
2.      Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu.
Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial, firman Allah:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
Artinya:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr: 1-3)
3.      Bertanggung jawab.
Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah. Allah berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا.
Artinya:
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muk`a-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(Q.S. Al-Isra’: 7)
4.      Hemat dan sederhana.
Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.
5.      Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain.
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
Artinya:
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 148)
Sebagai orang yang ingin menjadi winner dalam setiap pertandingan exercise atau latihan untuk menjaga seluruh kondisinya, menghitung asset atau kemampuan diri karena dia lebih baik mengetahui dan mengakui kelemahan sebagai persiapan untuk bangkit. Dari pada ia bertarung tanpa mengetahui potensi diri. Karena hal itu sama dengan orang yang bertindak nekat. Terukir sebuah motto dalam dirinya: “The best fortune that can come to a man, is that he corrects his defects and makes up his failings” (Keberuntungan yang baik akan datang kepada seseorang ketka dia dapat mengoreksi kekurangannya dan bangkit dari kegagalannya.[6]
Kunci etos kerja Islam adalah memberikan kebebasan individu untuk memilih sektor kerja menurut kemampuannya. Setiap orang bebas mempergunakan haknya untuk memilih mana yang terbaik untuk melakukan kebajikan. Kebebasan itu telah menjadi ‘modal awal’ setiap individu untuk memperkuat etos kerja.
Islam lebih menghargai seseorang yang melakukan usaha sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Ini terekan dari kisah Adurrahman bin ‘Auf yang sangat kukuh dengan etos kerjanya. Sahabat Nabi ini dikenal piawai dalam berdagang dan sangat disegani karena termasuk orang kaya Makkah, tapi rela meninggalkan seluruh kenikmatan harta dan status sosilanya, karena dengan compang-camping ikut hijrah ke Madinah. Ketika ditawari berbagai fasilitas oleh Sa’ad bin Rabî’ (sahabat karibnya), dengan halus menolaknya sambil berkata; ‘cukuplah bagiku engkau tunjukkan pasar”
 

             E. Unsur- unsur Etos Kerja
Kegiatan Unsur- unsur etos kerja, baik dalam konsep kapitalis maupun Islam tidak mempunyai perbedaan yang esensial. Keduanya mempunyai persamaan yang meliputi:
1.      Hemat dalam menggunakan uang,
2. Menyerahkan sesuatu pekerjaan pada ahlinya dengan tujuan menyerahkan keprofesionalan dalam kerja,
3.     Pembagian waktu dan efisiensi, serta
4.      Memiliki jiwa wiraswasta.[7]
Hanya saja dalam Islam, jika hasil kerja yang diperoleh “memiliki kelebihan” diwajibkan untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk fakir-miskin, anak yatim melalui zakat. Kerja dalam Islam didasarkan pada tiga unsur, yaitu tauhid, takwa dan ibadah. Tauhid mendorong bahwa kerja dan hasil kerja adalah sarana untuk mentauhidkan Allah Swt, sehingga terhindar dari pemujaan terhadap materi. Takwa adalah sikap mental yang mendorong untuk selalu ingat, waspada dan hati-hati memelihara diri dari noda dan dosa, menjaga keselamatan dengan melakukan kebaikan dan menghindari keburukan. Ibadah artinya melaksanakan usaha atau kerja dalam rangka beribadah kepada Allah Swt, sebagai realisasi dari tugasnya menjadi khalifah fil ardl, untuk mencapai kesejahteraan dan ketentraman di dunia dan di akhirat.

      Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan etos kerja adalah sikap yang mendasar baik yang sebelum, proses dan hasil yang bisa mewarnai manfaat suatu pekerjaan. Sementara etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu. Lebih rinci fungsi etos kerja adalah:
1.      Pendorong timbulnya perbuatan.

2.      Penggairah dalam aktivitas.

Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan
            Adapun cara untuk menumbuhkan etos kerja adalah sebagai berikut :
1.      Menumbuhkan sikap optimis
2.      Jadilah diri anda sendiri
3.      Keberanian untuk memulai
4.      Kerja dan waktu
Kosentrasikan diri pada pekerjaan 


                [1] A. Tabrani Rusyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: CV Remaja Rosdakarya, 1989), Cet. Ke-8, hl. 63.
                [2] www.Google.com, Cara menumbuhkan semangat etos kerja, diakses pada tanggal 10 Mei 2013 di Al- Azhar Kembnagan
                [3] Musa Asy’arie Islam. Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Ummat, (Yogyakarta: Lesfi, 1997), cet. Ke-1, hl.14
                [4] Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim, (Jakarta: Labmend, 1991), Cet. Ke-1, hl. 12
                [5] Kafrawi Ridwan. MA. Metode Dakwah dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan. (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1987), Cet. Ke-1.hl. 29
                [6] Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim, (Jakarta: Labmend, 1991), Cet. Ke-1, hal. 17.
                [7] Diakses dari: http://hbis.wordpress.com/2007/11/27/etos-kerja/



                [1] W.J.S .Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka: 1998). Cet. Ke-5.
                [2] Taufik Abdullah, Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES & Yayasan Obor, 1986)
                [3] Alex S. Nitisemito, Manajemen : Suatu Dasar dan Pengantar, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986), hal. 97.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara Hari Kamis besok tepat tanggal 8 Syawwal 1442 H. Dalam tradisi masyarakat muslim...