Senin, 10 September 2018

Kemana anggapan ini berlabuh, "Bulan Suro". Rudi Hartono, M. Pd. I.

Kemana anggapan ini berlabuh, "bulan Suro". Rudi Hartono, M. Pd. I.

Jelaslah bahwa bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan dimuliakan dalam ajaran Islam, Namun tidak demikian dengan anggapan kebanyakan orang awam, Mereka menganggap Bulan suro adalah bulan penuh musibah, sarat bencana, penuh sial, bulan keramat dan sangat sakral.
Itulah berbagai tanggapan terkait bulan Suro atau bulan Muharram. Sehingga kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka. Di antaranya adalah acara ruwatan, yang berarti pembersihan. Mereka yang diruwat diyakini akan terbebas dari sukerta atau kekotoran.
Ada beberapa kriteria bagi mereka yang harus diruwat, antara lain ontang-anting (putra/putri tunggal), kedono-kedini (sepasang putra-putri), sendang kapit pancuran (satu putra diapit dua putri). Mereka yang lahir seperti ini menjadi mangsa empuk Bhatara Kala, simbol kejahatan.
Karena kesialan bulan Suro ini pula, sampai-sampai sebagian orang tua menasehati anaknya seperti ini: “Nak, hati-hati di bulan ini. Jangan sering kebut-kebutan, nanti bisa celaka. Ini bulan suro lho.”
Karena bulan ini adalah bulan sial, sebagian orang tidak mau melakukan hajatan nikah, dsb. Jika melakukan hajatan pada bulan ini maka akan mendapatkan berbagai musibah, acara pernikahannya tidak lancar, bisa menimbulkan perceraian, dsb. Itulah berbagai anggapan klenik masyarakat terkait bulan Suro dan kesialan di dalamnya.
Ketahuilah saudaraku bahwa sikap-sikap di atas tidaklah keluar dari dua hal yaitu mencela waktu dan beranggapan sial dengan waktu tertentu. Karena ingatlah bahwa mengatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu.
Pandangan Islam tentang Bulan Suro
Dalam ajaran Islam sendiri, mencela waktu termasuk bulan hukumnya adalah haram, ini merupakan kebiasaan orang-orang kafir jahiliyah. Mereka menganggap bahwa yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu. Allah pun mencela perbuatan mereka ini. sebegaimana pernah dijelaskan dalam firmanNya,
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 24).
Jadi, mencela waktu adalah sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah. Itulah kebiasan orang musyrik dan hal ini berarti kebiasaan yang harus dihindari setiap mukmin.
Begitu juga dalam berbagai hadits nabawi disebutkan tentang larangan mencela waktu. Dalam shohih Muslim, dibawakan Bab khusus dengan judul ‘larangan mencela waktu (ad-dahr)’. Di antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara Hari Kamis besok tepat tanggal 8 Syawwal 1442 H. Dalam tradisi masyarakat muslim...