Selasa, 29 Mei 2018

Amal hangus akibat status, Rudi Hartono, M. Pd. I.

AMAL HANGUS GARA-GARA STATUS

Alhamdulillah OTW Tabligh Akbar di Istiqlal, Alhamdulillah akhirnya bisa bertemu Syaikh, Alhamdulillah, dah muroja'ah satu juz, Alhamdulillah sholat duha ini sangat nikmat, Alhamdulillah meruqyah kesurupan masal di sekolah, sukses.
Pernahkah kita menulis status seperti itu atau semisalnya ?
Jangan terlalu vulgar mengekspos kegiatan pribadi di status, apalagi yg begitu sensitif :
"Sebentar lagi mau pergi kajian hadits"
" Alhamdulillah sudah suray An Naba, tapi susah juga sudah 1 bulan belum lewar dari ayat 35"
"Wah Ana masih ketinggalan dua juz dari kawan yang sudah 6 juz, harus lebij semangat lagi"
" Nikmatnya shalat subuh tadi.
" Alhamdulillah bisa tahajud, witir dan shalat fajar'
"Hafalan hadits umdatul ahkam yang ke 120 kok lupa lagi ya"
"5 menit lagi mau berjama'ah isya' di masjid"
"Suara ane tadi pas jadi imam shalat kedengaran ga ya ama makmum akhwat di belakang."
"Sedang berada di kajian ustadz fulan...persis di depan beliau."
"Khutbah jum'at di Masjid Nabawi kali ini sangat menyentuh"
"Aduh, tadi pas di majlisnya syekh fulan gak sempat nyatat, padahal faidahnya banyak"
"Otw mekkah.... "
"Bismillah... Aku datang memenuhi panggilanmu ya Allah.. Moga selamat sampe Makkah"
"Ini dah masuk thawaf ke berapa ya...? Lupa ane."
"Lantai tiga masjidil haram sepi banget... sambil narsis di depan ka'bah"
"Lantai 20 menara zam zam. Masyaallah... Sungguh agung ciptaan-Mu ya Allah..."
"Lagi muraja'ah jangan diganggu"
"Botak lagi.. Botak lagi... Padahal umrohnya bru minggu kmaren... Alhamdullah.."
"Alhamdulillah kajian Sohih Bukhori dah nyampe hadits ke 5700-an"
"Lagi nunggu adzan Maghrib. Madinah 27/10/2014"
"Alhamdulillah umrohnya lancar"
Dan lain seterusnya..

Harga diri tidak akan meningkat dengan laporan-laporan seperti itu kepada penduduk dunia maya. Berikan saja mereka faidah yang lebih bermanfaat.
Kelak, seperti disebutkan hadits, tiga jenis punggawa Islam akan diseret ke neraka :
1. Pahlawan ilmu
2. Pahlawan alqur'an dan
3. Pahlawan di medan perang.

Kenapa ?

Sebab.. Ketiganya larut dan menikmati RIYA', SUM'AH dan UJUB dan sejenisnya.

Bisa jadi...
dengan status di atas, kitalah pahlawan tersebut yang kelak terseret dalam neraka yang kobaran apinya sungguh sangat dahsyat...

Wallahu aklam bissowab.

Minggu, 20 Mei 2018

Bukan Sekedar Mubaligh Pilihan.

BUKAN SEKEDAR MUBALIGH PILIHAN


Rata-rata ulama kibar yang pernah ada di negeri ini tidak disenangi oleh pemerintah di masa hidupnya, namun ia tetap dicatat di hati umat, hingga saat ini. Hal serupa akan kita dapati pula di banyak sejarah para ulama (salaf) di dunia.

Buya Hamka adalah diantara ulama kibar negeri ini, pernah di penjara di masa presiden Soekarno, memilih mundur dari jabatan ketua MUI di masa Soeharto. Buya Hamka lebih memilih mundur dari ketua MUI, daripada harus mencabut fatwa haramnya natalan bersama, seperti yang diinginkan penguasa saat itu.

Begitulah ulama yang teguh memegang prinsip, menjaga marwah, tidak akan goyah berhadapan dengan penguasa. Saat pemerintah salah mereka tidak diam, tapi menyuarakan kebenaran. Bukan sekedar amar makruf dalam berdakwah, tapi juga ada nahi munkarnya. Mereka berani, karena hakikat ulama hanya takut kepada Allah.

Ibnul Qayyim pernah berkata, "Barangsiapa meninggalkan amar ma'ruf nahi munkar karena takut kepada makhluk, maka akan dicabut darinya rasa ketaatan".

Maka, jika hari ini ada mubaligh atau ulama pilihan pemerintah, direkomendasikan oleh Ormas Islam katanya, bukan berarti mubaligh atau ulama yang tidak tercatat di daftar pilihan pemerintah, buruk kualitasnya di Indonesia.

Bahkan mubaligh kondang yang digandrungi masyarakat sekalipun saat ini, selalu renyah saat berdakwah, tegas bila menyangkut marwah Islam, berpihak kepada kepentingan umat, ternyata bukanlah diantara 200 mubaligh pilihan penguasa. Karena memang penilaian umat yang apa adanya akan selalu berbeda dengan nuansa yang penuh kepentingannya.

Satu hal, para ulama salaf telah memberi teladan, berkata penuh hikmah yang mendalam, menjadi baik apalagi membaikan diri dihadapan penguasa bukanlah suatu kebaikan, apalagi kebanggaan.

Abu Hazim (Salamah bin Dinar) berkata, "Sesungguhnya sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai para ulama, dan sejelek-jelek ulama adalah yang mencintai para pemimpin". Sebab, cinta yang tidak terarah bisa salah arah.

Maimun bin Mahram berkata, "Bergaul dengan penguasa mempunyai dua bahaya. Jika engkau mentaatinya, maka engkau akan membahayakan agamamu. Jika engkau mengingkarinya, maka engkau akan membahayakan dirimu sendiri. Yang paling selamat adalah penguasa itu tidak mengenalimu".

Abu Hurairah berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi umat ini selain tiga hal: cinta dunia dan harta, cinta kedudukan, dan mendatangi pintu-pintu penguasa" [Dikutip dari buku Kamus Nasihat Para Ulama, Muhammad Al Fatih]

Sudah menjadi lumrah, saat kita memilih pasti yang sesuai selera. Sudah menjadi lumrah pula, selera orang lain ada yang berbeda dengan selera kita. Maka, sesuaikanlah 'selera' kita dengan keridhoan Allah, pasti Allah tanamkan cinta di hati banyak manusia.

Wallahu A'lam
Sungguh, bulan Ramadhan ini merupakan kesempatan emas untuk menempa dan melatih kita untuk menjadi diri yang lebih bertakwa, sebab memang itulah muara akhir ibadah puasa.
Namun, amat disayangkan. Kebanyakan dari umat muslimin hanya memandang puasa sebagai rutinitas tahunan belaka. Dalam pandangannya, puasa tak lebih dari sekadar menahan haus dan lapar, sehingga fokus mereka hanya pada masalah ini, tanpa perhatian terhadap berbagai macam pintu pahala yang ada di dalamnya dan berbagai hal yang bisa merusak puasa.
Oleh karena itu, betapa banyak orang yang berpuasa namun enggan mengekang lisan, penglihatan, dan hawa nafsunya. Padahal semestinya orang yang berpuasa berusaha membentengi ibadah puasa dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan pahalanya, seperti ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba).
Para ulama berbeda pendapat tentang makna hadits tersebut. Ada yang melihat bahwa ghibah dan namimah membatalkan pahala puasa, tidak tersisa sedikitpun! Namun ada juga yang berpendapat bahwa dua hal itu hanya mengurangi pahala puasa meski kadang hanya tersisa sedikit. Artinya, ibadah puasa yang dilakukannya tidak bermanfaat.
Semoga kita tidak termasuk dari orang-orang yang semacam itu. Untuk itu, marilah kita berdoa dan berusaha agar puasa tahun ini benar-benar mendidik kita menjadi pribadi yang lebih takwa!

Merawat Pahala Puasa, oleh : Rudi Hartono, M.Pd. I.

Merawat Pahala Puasa
Sungguh, bulan Ramadhan ini merupakan kesempatan emas untuk menempa dan melatih kita untuk menjadi diri yang lebih bertakwa, sebab memang itulah muara akhir ibadah puasa.
Namun, amat disayangkan. Kebanyakan dari umat muslimin hanya memandang puasa sebagai rutinitas tahunan belaka. Dalam pandangannya, puasa tak lebih dari sekadar menahan haus dan lapar, sehingga fokus mereka hanya pada masalah ini, tanpa perhatian terhadap berbagai macam pintu pahala yang ada di dalamnya dan berbagai hal yang bisa merusak puasa.
Oleh karena itu, betapa banyak orang yang berpuasa namun enggan mengekang lisan, penglihatan, dan hawa nafsunya. Padahal semestinya orang yang berpuasa berusaha membentengi ibadah puasa dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan pahalanya, seperti ghibah (menggunjing) dan namimah (adu domba). Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,
“Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatan sia-sia, niscaya Allah tidak butuh kepada puasanya.”
Para ulama berbeda pendapat tentang makna hadits tersebut. Ada yang melihat bahwa ghibah dan namimah membatalkan pahala puasa, tidak tersisa sedikitpun! Namun ada juga yang berpendapat bahwa dua hal itu hanya mengurangi pahala puasa meski kadang hanya tersisa sedikit. Artinya, ibadah puasa yang dilakukannya tidak bermanfaat.
Semoga kita tidak termasuk dari orang-orang yang semacam itu. Untuk itu, marilah kita berdoa dan berusaha agar puasa tahun ini benar-benar mendidik kita menjadi pribadi yang lebih takwa! Amiin

Jangan Biarkan Puasamu Sia-sia, oleh : Rudi Hartono, M.Pd. I.

Jangan Biarkan Puasamu Sia-sia

Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.”
Di bulan Ramadhan ini setiap muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan puasa dengan menahan lapar dan dahaga mulai dari fajar hingga terbenamnya matahari. Namun ada di antara kaum muslimin yang melakukan puasa, dia tidaklah mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja yang menghinggapi tenggorokannya. Inilah yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur lagi membawa berita yang benar, 
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi –yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).
Apa di balik ini semua? Mengapa amalan puasa orang tersebut tidak teranggap, padahal dia telah susah payah menahan dahaga mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari?
Saudaraku, agar engkau mendapatkan jawabannya, simaklah pembahasan berikut mengenai beberapa hal yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia –semoga Allah memberi taufik pada kita untuk menjauhi hal-hal ini-.
1. Berkata Dusta (az zuur)
Inilah perkataan yang membuat puasa seorang muslim bisa sia-sia, hanya merasakan lapar dan dahaga saja. 
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903). 
Apa yang dimaksud dengan az zuur? As Suyuthi mengatakan bahwa az zuur adalah berkata dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan mengamalkannya berarti melakukan perbuatan keji yang merupakan konsekuensinya yang telah Allah larang. (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/121, Maktabah Syamilah)
2. Berkata lagwu (sia-sia) dan rofats (kata-kata porno)
Amalan yang kedua yang membuat amalan puasa seseorang menjadi sia-sia adalah perkataan lagwu dan rofats
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ
Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohih
Apa yang dimaksud dengan lagwu? Dalam Fathul Bari (3/346), Al Akhfasy mengatakan,
اللَّغْو الْكَلَام الَّذِي لَا أَصْل لَهُ مِنْ الْبَاطِل وَشَبَهه
Lagwu adalah perkataan sia-sia dan semisalnya yang tidak berfaedah.” 
Lalu apa yang dimaksudkan dengan rofats? Dalam Fathul Bari (5/157), Ibnu Hajar mengatakan,
وَيُطْلَق عَلَى التَّعْرِيض بِهِ وَعَلَى الْفُحْش فِي الْقَوْل
“Istilah Rofats digunakan dalam pengertian ‘kiasan untuk hubungan badan’ dan semua perkataan keji.”
Al Azhari mengatakan,
الرَّفَث اِسْم جَامِع لِكُلِّ مَا يُرِيدهُ الرَّجُل مِنْ الْمَرْأَة
“Istilah rofats adalah istilah untuk setiap hal yang diinginkan laki-laki pada wanita.” Atau dengan kata lain rofats adalah kata-kata porno. 
Itulah di antara perkara yang bisa membuat amalan seseorang menjadi sia-sia. Betapa banyak orang yang masih melakukan seperti ini, begitu mudahnya mengeluarkan kata-kata kotor, dusta, sia-sia dan menggunjing orang lain.
3. Melakukan Berbagai Macam Maksiat
Ingatlah bahwa puasa bukanlah hanya menahan lapar dan dahaga saja, namun hendaknya seorang yang berpuasa juga menjauhi perbuatan yang haram. Perhatikanlah saudaraku petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rojab Al Hambali berikut : 
“Ketahuilah, amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat (yang sebenarnya mubah ketika di luar puasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri, pentidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.” (Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah)
Jabir bin ‘Abdillah menyampaikan petuah yang sangat bagus : 
“Seandainya kamu berpuasa maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikap tenang dan berwibawalah di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja.” (Lihat Latho’if Al Ma’arif, 1/168, Asy Syamilah) 
Itulah sejelek-jelek puasa yaitu hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat masih terus dilakukan. Hendaknya seseorang menahan anggota badan lainnya dari berbuat maksiat. Ibnu Rojab mengatakan,
أَهْوَنُ الصِّيَامُ تَرْكُ الشَّرَابِ وَ الطَّعَامِ
Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja.
Apakah dengan Berkata Dusta dan Melakukan Maksiat, Puasa Seseorang Menjadi Batal?
Untuk menjelaskan hal ini, perhatikanlah perkataan Ibnu Rojab berikut : 
“Mendekatkan diri pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan perkara yang mubah tidaklah akan sempurna sampai seseorang menyempurnakannya dengan meninggalkan perbuatan haram. Barangsiapa yang melakukan yang haram (seperti berdusta) lalu dia mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah (seperti makan di bulan Ramadhan), maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang wajib lalu dia mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang semacam ini tetap dianggap sah menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama) yaitu orang yang melakukan semacam ini tidak diperintahkan untuk mengulangi (mengqodho’) puasanya. Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama.”
Ibnu Hajar dalam Al Fath (6/129) juga mengatakan mengenai hadits perkataan zuur (dusta) dan mengamalkannya : 
“Mayoritas ulama membawa makna larangan ini pada makna pengharaman, sedangkan batalnya hanya dikhususkan dengan makan, minum dan jima’ (berhubungan suami istri).” 
Mala ‘Ali Al Qori dalam Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih (6/308) berkata, “Orang yang berpuasa seperti ini sama keadaannya dengan orang yang haji yaitu pahala pokoknya (ashlu) tidak batal, tetapi kesempurnaan pahala yang tidak dia peroleh. Orang semacam ini akan mendapatkan ganjaran puasa sekaligus dosa karena maksiat yang dia lakukan.”
Kesimpulannya : Seseorang yang masih gemar melakukan maksiat di bulan Ramadhan seperti berkata dusta, menfitnah, dan bentuk maksiat lainnya yang bukan pembatal puasa, maka puasanya tetap sah, namun dia tidak mendapatkan ganjaran yang sempurna di sisi Allah. –Semoga kita dijauhkan dari melakukan hal-hal semacam ini-

Senin, 14 Mei 2018

Ketika Cemburu Itu Dari Allah, Oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I.

Ketika cemburu itu dari Allah,

Pernahkah kalian berpikir tentang Allah yang maha besar dan maha mulia itu bisa cemburu kepada kita?

Setiap pecinta pasti akan merasakan yang namanya kecemburuan
Selayaknya cemburunya seorang suami jika wanitanya di pandang oleh lelaki lain

Begitu pula dengan Allah azza wajalla
Allah sangat mencintai hamba-Nya
Karena itulah Allah terkadang juga bisa merasa cemburu kepada kita

Dan kecemburuan Allah itu muncul ketika kita lebih mengikuti bisikan syetan daripada perintah-Nya

Penyesalan dan rasa bersalah itulah sebagai bentuk kecemburuan Allah kepada kita

bukan untuk menghukum kita
Allah hadirkan penyesalan dan rasa bersalah itu untuk mengingatkan kita agar segera bertaubat dan kembali kepada-Nya
Karena Allah rindu sama kita yang semakin jauh dari-Nya karena dosa-dosa yang kita perbuat

Allah pun juga akan cemburu
Jika ada hati yang berharap kepada selain Dia

Dan sebagai bentuk kecemburuan Allah kepada kita adalah kekecewaan dan sakit hati

Sakit hati bukan karena Allah marah dan benci sama kita,
Allah sedang cemburu
Allah cemburu ada hati yang lebih mendamba kepada selain Dia

Ingatlah ketika Zulaikha mengejar cinta nabi Yusuf
Allah cemburu dan menjaukan nabi Yusuf darinya
Tapi ketika Zulaikha mengejar cinta Allah
Alah ngasih juga nabi Yusuf buat dia

Masyaallah, begitu baiknya Allah
Di saat cemburu pun Dia masih tetap baik banget sama kita

Wallahu a'lam bissowab Semoga bermanfaat

Janur kuning vs bendera kuning, semua perlu disiapkan, oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I.

JANUR KUNING/BENDERA KUNING
semua perlu dipersiapkan

Kita tidak tahu Janur kuning atau Bendera kuning yang lebih awal akan berdiri di depan rumah kita.

Kita harus mempersiap kan semua nya baik itu untuk Janur kuning maupun Bendera kuning. Intinya kita harus mempersiapkan kedua nya. siapa yang bisa tahu semua itu?
Hanya Allah Swt.

Kita tidak akan tahu kita meninggal kapan. Kita tidak tahu jodoh kita datang nya kapan. Jadi marilah kita mendekatkan diri kepada sang pencipta. Memperbanyak amal ibadah, perbanyak dzikir.

Dengan mendekat kan diri kepadaNya kita bisa mempersiap kan kedua nya baik itu Janur kuning maupun Bendera kuning..

Minggu, 13 Mei 2018

#Musuh# bersama ya teroris, oleh Rudi Hartono, M. Pd. I.


Dentuman BOM terdengar lagi, radikalisme dan terorisme kini menjadi musuh "baru" umat manusia. Meskipun akar radikalisme telah muncul sejak lama, namun peristiwa peledakan bom akhir-akhir ini seperti yang terjadi Plaza Sarinah baru-baru ini, seakan mengantarkan fenomena ini sebagai "musuh kontemporer" sekaligus sebagai "musuh abadi" yang harus kita lawan dan hancurkan.
Banyak pihak mengembangkan spekulasi secara tendensius bahwa terorisme berpangkal dari fundamentalisme dan radikalisme agama. Namun demikian, tidak sedikit pula yang percaya bahwa motif radikalisme dan terorisme tidaklah bersumber dari aspek yang tunggal. Kesadaran ini membawa keinsyafan bahwa upaya penanganannya juga tidak bersifat parsial, namun perlu pendekatan komprehensif secara integral.
Peran negara dalam menjamin rasa aman warga negara menjadi demikian vital. Karena itu, beragam peristiwa yang melahirkan ketidakamanan seperti teror peledakan bom perlu mendapat perhatian tersendiri. Negara harus benar-benar serius memikirkan upaya untuk melawan radikalisme dan terorisme yang kini kian menggejala. Namun demikian, point terpenting dari upaya untuk memutus mata rantai radikalisme dan terorisme adalah dengan memperkuat dan mempererat "rantai" keinsyafan bersama baik di level struktural maupun di ranah societal untuk menjadikan radikalisme dan terorisme sebagai musuh bersama.
Kebhinekaan Lintas Iman Serukan Anti Terorisme
Wallahu a'lam bissowab

"Musuh" bersama ya teroris. Oleh: Rudi Hartono, M. Pd. I.

Radikalisme dan terorisme kini menjadi musuh "baru" umat manusia. Meskipun akar radikalisme telah muncul sejak lama, namun peristiwa peledakan bom akhir-akhir ini seperti yang terjadi Plaza Sarinah baru-baru ini, seakan mengantarkan fenomena ini sebagai "musuh kontemporer" sekaligus sebagai "musuh abadi" yang harus kita lawan dan hancurkan.
Banyak pihak mengembangkan spekulasi secara tendensius bahwa terorisme berpangkal dari fundamentalisme dan radikalisme agama. Namun demikian, tidak sedikit pula yang percaya bahwa motif radikalisme dan terorisme tidaklah bersumber dari aspek yang tunggal. Kesadaran ini membawa keinsyafan bahwa upaya penanganannya juga tidak bersifat parsial, namun perlu pendekatan komprehensif secara integral.
Peran negara dalam menjamin rasa aman warga negara menjadi demikian vital. Karena itu, beragam peristiwa yang melahirkan ketidakamanan seperti teror peledakan bom perlu mendapat perhatian tersendiri. Negara harus benar-benar serius memikirkan upaya untuk melawan radikalisme dan terorisme yang kini kian menggejala. Namun demikian, point terpenting dari upaya untuk memutus mata rantai radikalisme dan terorisme adalah dengan memperkuat dan mempererat "rantai" keinsyafan bersama baik di level struktural maupun di ranah societal untuk menjadikan radikalisme dan terorisme sebagai musuh bersama.
Kebhinekaan Lintas Iman Serukan Anti Terorisme
Wallahu a'lam bissowab

"Musuh" bersama ya teroris, Rudi Hartono, M. Pd. I.


Suara BOM berdentum lagi. Radikalisme dan terorisme kini menjadi musuh "baru" umat manusia. Meskipun akar radikalisme telah muncul sejak lama, namun peristiwa peledakan bom akhir-akhir ini seperti yang terjadi Plaza Sarinah baru-baru ini, seakan mengantarkan fenomena ini sebagai "musuh kontemporer" sekaligus sebagai "musuh abadi" yang harus kita lawan dan hancurkan.
Banyak pihak mengembangkan spekulasi secara tendensius bahwa terorisme berpangkal dari fundamentalisme dan radikalisme agama. Namun demikian, tidak sedikit pula yang percaya bahwa motif radikalisme dan terorisme tidaklah bersumber dari aspek yang tunggal. Kesadaran ini membawa keinsyafan bahwa upaya penanganannya juga tidak bersifat parsial, namun perlu pendekatan komprehensif secara integral.
Peran negara dalam menjamin rasa aman warga negara menjadi demikian vital. Karena itu, beragam peristiwa yang melahirkan ketidakamanan seperti teror peledakan bom perlu mendapat perhatian tersendiri. Negara harus benar-benar serius memikirkan upaya untuk melawan radikalisme dan terorisme yang kini kian menggejala. Namun demikian, point terpenting dari upaya untuk memutus mata rantai radikalisme dan terorisme adalah dengan memperkuat dan mempererat "rantai" keinsyafan bersama baik di level struktural maupun di ranah societal untuk menjadikan radikalisme dan terorisme sebagai musuh bersama.
Kebhinekaan Lintas Iman Serukan Anti Terorisme
Wallahu a'lam bissowab..#mari kita peka terhadap dinamika yang ada#

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara Hari Kamis besok tepat tanggal 8 Syawwal 1442 H. Dalam tradisi masyarakat muslim...