Selasa, 24 September 2019

Melawan Takdir, Arah Pendidikan Islam dan Sosial Kemanusiaan


Melawan Takdir,
Arah Pendidikan Islam dan Sosial Kemanusiaan
Oleh: Rudi Hartono, M. Pd. I.

Kiprah Pendidikan Islam
Bila kita ingin berbicara tentang arah dan tujuan Pendidikan Islam, kita harus melihat tujuan hidup manusia di dunia ini. Tujuan itu tertera dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56 : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.)Q.S Ad-Dzariyat:56). Rangkaian ibadah yang dimaksudkan bukanlah terbatas pada ritual dan tradisi Islam, seperti shalat, puasa dan zakat, tetapi lebih luas dari itu. Ibadah dalam pengeritan bahwa seseorang hanya menerima seluruh masalah kehidupannya dari Allah swt. Sesunggunya seluruh perjalanan spiritual dan sosial, mulai dari bidayah, sampai kepada nihayah adalah ibadah. Ibadah dalam pengertian seperti ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, tidak terbatas pada waktu pendek yang dipergunakan untuk ritual itu-itu saja. Kalau itu yang dimaksud dengan ibadah oleh ayat 56 surah Azzariyat tersebut, tentu ayat itu tidak mempunyai makna yang mendalam. Apa artinya waktu yang bebarapa menit untuk ritual tersebut jika dibandingkan dengan kehidupan kita yang panjang ini. Hampir ia tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Ayat ini baru mempunyai makna penting apabila ibadah dijadikan manhaj hayah/sistem kehidupan manusia, dan bila ibadah itu menjadi cara berbuat, dan cara berfikir, dalam arti bahwa semua perbuatan manusia harus kembali kepada Allah
Membentuk hubungan hati manusia dengan Allah swt. dan mendorong hati manusia untuk kembali kepada Allah swt. pada setiap keadaan adalah kaidah pokok Pendidikan Islam. Dengan kaidah inilah semua masalah dilaksanakan. Tanpa kaidah ini segala perbuatan di dunia tidak mempunyai arti. Oleh sebab itu, tujuan Pendidikan Islam berbeda dengan tujuan pendidikan lainnya, yaitu membentuk muslim yang beramal shaleh. Dalam arti bahwa manusia yang ingin diciptakan oleh Pendidikan Islam adalah insan yang dalam semua amalnya selalu berhubungan dengan Allah swt.
Al Azhar Cermin Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemanusiaan
Tidak bisa dipungkiri, bahwa alumni YPI Al Azhar sampai saat ini terhitung ribuan, bahkan selalu saja ada masa di mana tokoh-tokoh yang pernah digembleng di YPI Al Azhar muncul ke permukaan. Mulai dari politisi, seniman hingga penulis. Mulai dari ketua kwarnas pramuka yaitu Dr. H. Adhiyaksa Dault, SH., M. Si., mantan ketua MK yaitu Prof. Dr. Jimly Assiddiqy, MA., dan lain sebagainya.  Semua mengaku menitisi warisan besar nilai-nilai YPI Al Azhar ini. Begitu tenarnya, puluhan bahkan mungkin sampai ratusan yayasan telah mencoba melakukan copy paste model pendidikan ala YPI Al Zhar ini. Ada yang menjiplak 100 %, ada juga yang hanya 50 %.Yang jelas YPI Al Azhar terus menjadi inspirasi model yayasan yang dicita-citakan banyak kalangan. Semua pihak angkat topi, tak terkecuali dari kalangan mana pun. Kalau saya melihat fenomena di atas, maka kuat dugaan saya : “bahwa YPI Al Azhar memiliki setidaknya 4 keunikan yang jarang dimiliki oleh yayaan lain”. Faktor-faktor itulah yang menurut hemat penulis membuatnya bertahan sampai usia 66 tahun ini lamanya. Adapun faktor-faktor tersebut yang menurut hemat penulis harus tetap dipertimbangkan dan dikembangkan. Faktor tersebut adalah :
Pertama, sistem manajemen transparan. Sejak pertama kali berdiri, YPI Al Azhar memang unggul dalam hal sistem manajemen yang boleh dibilang modern. Bahkan, sampai saat ini pun nyaris belum ada tandingannya. Ketika banyak yayasan-yayasan yang tidak mampu memisahkan harta yayasan dengan keluarga pendiri yayasan, maka YPI Azhar dengan tegas memberikan batasan hak-hak dan kewajiban bagi para pendiri yayasan. Tidak hanya itu, sampai kini YPI Al Azhar yang sekarang dipimpin oleh Drs. Sobirin HS. menjadi maju dan kaya raya dikarenakan memiliki beberapa aset dan unit-unit usaha. Adapun rahasia manajemen transparan sebagaimana yang dituangkan oleh H. Cecep Kurnia Sogoz, dalam bukunya “Catatan Seorang Pendidik 30 Tahun Mengabdi“, beliau menjelaskan, walaupun yayasan mengkhususkan diri dalam pembinaan sumber daya insani melalui pendidikan&dakwah, pada hakikatnya yayasan adalah alat perjuangan yang mendapat dukungan daya dan dana dari masyarakat, karena pengelolaan secara transparan, akuntabel dan efisien haruslah dibudayakan sebagai pemenuhan unsur amanah, salah satu nilai yang kita anut.
Kedua, berjiwa sabar dan ikhlas. Di lingkungan YPI Al Azhar sangat dikenal ungkapan “al ikhlasu ruhul amal” ikhlas itu jiwa sebuah perbuatan. Konsep inilah yang membuat manajemen yayasan selalu eksis di bidangnya masing-masing. YPI Al Azhar melalui salah satu kegiatan pembinaan rutinnya yaitu kegiatan shalat subuh berjamaah dan kuliyah subuh secara tidak langsung mendorong para pegawainya melaksanakan segala sesuatu secara maksimal (man jadda wajada) tanpa banyak memiliki hidden agenda. Semua bergerak seirama bagaikan air bah yang mampu menyapu apa saja yang ada di depannya. Jiwa sabar dan ikhlas ini juga ditunjukkan oleh banyak alumninya yang terus setia mengembangkan YPI Al Azhar, guna melanjutkan cita-cita sang pendiri YPI Al Azhar. Jumlah alumni yang kini berada di hampir semua pelosok dunia menjadikan YPI Al Azhar terus berkibar di penjuru persada nusantara.
Ketiga, konsep dari umat, oleh umat, dan untuk semua umat. Konsep ini telah membuat YPI Al Azhar seperti gadis seksi yang diperebutkan semua pria tampan. Dengan terus memegang teguh konsep ini, maka sebenarnya YPI Al Azhar dengan penuh kesadaran menjadi besar dan mulia. Tatkala banyak yayasan yang terjebak dalam politik praktis, menyebabkan yayasan tersebut kolep dan ditinggalkan oleh warganya. Semoga saja YPI Al Azhar selalu mempertahankan konsep tersebut.
Keempat, budaya disiplin. YPI Al Azhar adalah ladangnya kedisiplinan. Dengan disiplin yang ketat menjadikan warganya memiliki kepribadian yang kuat, bahkan mampu terus berinovasi dan bertahan dalam gejolak dinamika kehidupan dunia yang semakin berubah. Mentalitas dan militansi yang tinggi ini adalah modal dasar yang sampai kini kurang dimiliki sebagian besar bangsa Indonesia sehingga mudah terlibas oleh bangsa-bangsa lainnya. Melalui YPI Al Azhar inilah bersama-sama memajuklan bangsa Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa program bilingual di unit-unit sekolah tertentu menjadi keunggulan tersendiri bagi YPI Al Azhar. Pada awalnya hal tersebut bisa jadi benar adanya. Namun dalam konteks kekinian dewasa ini, sudah terlalu banyak yayasan atau lembaga pendidikan yang memiliki metode canggih untuk mempelajari bahasa asing dengan cepat dan mudah.
Arah Pendidikan Islam
Pendidikan di Indonesia dewasa ini tengah dihadapkan pada berbagai problematika. Hal ini terjadi pula pada pendidikan Islam yang dihadang oleh berbagai macam permasalahan. Salah satu hal yang menjadi hambatan bagi pendidikan Islam dalam berperan aktif untuk menyumbang ilmu pengetahuan bagi masyarakat adalah karena Pendidikan Islam dianggap sebagai materi pelajaran yang terlalu normatif yang mana Pendidikan Islam dipandang hanya menyumbang aspek pengetahuan ibadah, nilai-nilai moralitas, dan cara beragama saja tanpa adanya bentuk penerapan dari pengetahuan tersebut. Sehingga wajar jika Pendidikan Islam dinilai tidak memiliki peran aktif dalam pembangunan peradaban, terutama peradaban dalam jenis produktivitas ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Walaupun pada faktanya sekarang ini pendidikan Islam secara kelembagaan serta adminsitrasi misalnya Madrasah dan Pondok Pesantren mengalami perkembangan pesat, mulai dari sarana prasarana, jumlah siswa, kualitas, dan sistem organisasi yang terstruktur. Namun dari segi Kurikulum sepertinya Pendidikan Islam baik secara isi maupun metode masih tunduk pada pengaruh-pengaruh pendidikan umum. Sehingga diharapkan kedepannya nanti bisa tercipta Kurikulum baru yang relevan berisikan kurikulum umum dengan kurikulum Islami secara integral.  Mengingat para generasi Islam berikutnya yang sekarang ini menjadi peserta didik akan dihadapkan pada sebuah masalah yang sama sekali berbeda dengan masa-masa kita sekarang ini  apalagi jika laju modernitas global masih terus  berjalan dengan konstan bahkan secara dinamis.
Oleh karena itu Pendidikan Islam sebagai ilmu pengetahuan harus mengambil jalan sendiri agar memiliki identitas jelas, memiliki ciri khas tersendiri, dan memiliki kemandirian. Ini bukan berarti Pendidikan Islam harus meninggalkan pengetahuan umum, bahkan untuk memiliki ciri khas tersendiri hendaknya Pendidikan Islam berintegrasi dengan ilmu pengetahaun umum. Karena jika ditelusuri secara konteks bahwa kebudayaan dan peradaban manusia akan lahir dari hasil proses akumulasi perjalanan hidup yang berhadapan dengan proses dialog antara ajaran normatif (wahyu) yang permanen secara historis dengan pengalaman kekhalifahannya di muka bumi secara dinamis.
Sebagaian besar pengalaman kekhalifahan manusia di bumi ini adalah pengelaman yang bisa mengahasilkan atau dihasilkan dari ilmu pengetahuan umum seperti ilmu politik, ilmu alam, dan ilmu sosial. Pendapat penulis tersebut diperkuat oleh pernyataan Muzayyin Arifin bahwa “Pendidikan yang benar adalah yang memberikan kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik. Dengan demikian, barulah fitrah itu diberi hak untuk membentuk pribadi anak dan dalam waktu bersamaan faktor dari luar akan mendidik dan mengarahkan kemampuan dasar (fitrah) anak.”
Oleh karena itu perlu pembahasan lebih lanjut atas permasalahan mengenai peran Pendidikan Islam dalam membangun budaya unggul, tentu budaya unggul ini bukan budaya yang normatif. Sehingga Pendidikan Islam benar-benar bisa dinilai memiliki peran dalam menyumbang Ilmu pengetahuan baik secara konsep (gagasan) maupun hasil yang nyata. Menurut penulis, Pendidikan Islam tidak bisa dikatakan berfungsi aplikatif jika hanya untuk kejayaan di akhirat tanpa adanya tujuan kejayaan di Dunia. Dengan kata lain Pendidikan Islam bukan hanya untuk menyelematkan manusia dari siksa neraka namun Pendidikan Islam juga harus mampu menciptkan generasi yang berdaya saing menyelamatkan diri dari hegemoni cengkraman dunia. Maka berdasarkan penjelasan tersebut metode, tujuan, dan strategi Pendidikan Islam harus mengadakan modernisasi (pembaruan) agar Pendidikan Islam masih bisa dikatakan relevan dengan perubahan zaman.
Kiranya sebagai pemertajam argumentasi di atas maka perlu dipahami bahwa kemunduran umat Islam yang di awali Abad 12 hingga dirasakan sampai akhir-akhir ini lebih banyak disebabkan oleh faktor internal umat Islam sendiri. Beberapa indikasinya adalah bahwa Islam tidak dipahami lagi secara utuh (kaffah), melainkan hanya sebatas bagian dari kehidupan, yaitu hanya menyangkut di seputar  ketuhanan, ritual, dan moralitas sehingga Islam lebih dipahami bersifat  teosentris serta dianggap sebagai ilmu pengetahuan sejarah agama dan tata cara beragama.
Padahal berdasarkan fakta sejarah bahwa umat Islam pernah berhasil membangun peradaban unggul dan selalu berada pada posisi terdepan. Budaya unggul tersebut bisa tercipta karena Al Qur’an dipahami secara mendalam dan difungsikan sebagaimana mestinya. Berdasarkan analisis sejarah, kemajuan tersebut terjadi karena ilmu pengetahuan tidak didikotomikan antara ilmu agama dan ilmu umum. Lingkup ajaran Islam yang sedemikian luas ternyata diakui oleh ilmuwan barat Gibb, dengan mengatakan bahwa Islam tidak sebatas agama melainkan juga civilization atau peradaban.
Sebab Al Qur’an sendiri juga memerintahkan umat Islam, selain banyak melafadzkan dzikir juga merenungkan serta meneliti penciptaan langit dan bumi, dan bahkan Al Qur’an mengingatkan bahwa semua penciptaan itu tidak ada yang sia-sia. Dengan kata lain ada hikmah tersembunyi dibalik penciptaan tersebut. Oleh karena itu Hakikat Pendidikan Islam seharusnya melahirkan generasi yang mengusai kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat diperlukan bagi peningkatan kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan Pendidikan Islam juga harus mampu membangun budaya Unggul yang akan membekali generasi islam menjalankan misi dan fungsinya sebagai anak manusia, anak bangsa, dan hamba-Nya yang bertaqwa.
Refleksi Pendidikan Islam
Kekuatan Pendidikan Islam bisa saja terletak dari namanya. Nama Pendidikan Islam sebagai sebuah wadah yang bercirikan dan bernafaskan Islam, tentu sudah mendapat tempat di hati umat dan masyarakat. Didukung oleh animo masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya pada unit pendidikan di bawah naungan lembaga Pendidikan Islam semakin meningkat. Pendidikan Islam juga memiliki SDM yang mumpuni di bidang masing-masing yang memiliki kualifikasi sesuai dengan bidangnya, mulai dari lulusan D2, PGSD, S1, S2, bahkan S3 bidang studi kependidikan. Usia pegawai Pendidikan Islam sebagian besar dalam usia muda produktif dan enerjik serta memiliki dedikasi yang tinggi. Pendidikan Islam dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang selalu diupayakan peningkatannya baik dari sisi kuantitas jumlah, maupun kualitasnya agar mencapai standar ideal.
Penulis selalu ingat akan sebuah atsar yang disampaikan oleh Ali Bin Abi Thalib, yang berbunyi : "الحق بلا نظام يغلبه الباطل بالنظامyang artinya suatu kebenaran bila tidak dikelola dengan baik maka akan dikalahkan oleh kebathilan yang dikelola dengan baik. Oleh karena itu di usianya yang matang ini Pendidikan Islam harus terus berbenah dan mempertahankan apa yang sudah diraihnya. Oleh karena itu menurut hemat penulis Pendidikan Islam harus berani mengambil refleksi kebijakan yang mengimbangi image masyarakat tersebut bahwa Pendidikan Islam adalah sekolah yang murah dan murahan
Benang Merah
Benang merah dari sekelumit tulisan ini adalah, bahwa dalam menghadapi dinamika perubahan zaman yang sangat global ini, dibutuhkan sinergisitas yang tinggi dari Lembaga Pendidikan Islam, jika kita hanya duduk berdiam diri membanggakan prestasi yang sudah didapatkan maka bisa jadi Lembaga Pendidikan Islam yang kita cintai ini akan luntur digerus peradaban zaman. Kemajuan Pendidikan Islam sekarang ini harus didorong dengan keinginan dan kemauan yang kuat untuk maju dan meluaskan wawasan mencakup bidang dakwah, pendidikan, sosial, keilmuan, politik, ekonomi, teknologi, kesehatan, keagamaan dan lain-lain.
Kalau kita hanya membatasi pada bidang dakwah, pendidikan, dan sosial saja, bisa jadi kita akan terlibas oleh perkembangan zaman. Pendidikan Islam juga harus mengutamakan kemandirian, dibantu pihak luar ataupun tidak, Pendidikan Islam harus tetap berjalan. Dan satu hal lagi yang tidak boleh terlupa menurut hemat penulis adalah Pendidikan Islam harus selalu berkomitmen, istiqomah terhadap pananaman dan penguatan akidah, syariat dan akhlak. Eksistensi suatu yayasan akan diakui apabila menanamkan tiga komponen pokok ajaran Islam tersebut, yaitu iman, islam, dan ihsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara Hari Kamis besok tepat tanggal 8 Syawwal 1442 H. Dalam tradisi masyarakat muslim...