Melawan Takdir,
Arah Pendidikan Islam dan Sosial Kemanusiaan
Oleh: Rudi Hartono, M. Pd. I.
Kiprah Pendidikan Islam
Bila kita ingin berbicara tentang
arah dan tujuan Pendidikan Islam, kita harus melihat tujuan hidup manusia di
dunia ini. Tujuan itu tertera dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56 : Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.)Q.S Ad-Dzariyat:56). Rangkaian ibadah yang dimaksudkan bukanlah terbatas pada
ritual dan tradisi Islam, seperti shalat, puasa dan zakat, tetapi lebih luas
dari itu. Ibadah dalam pengeritan bahwa seseorang hanya menerima seluruh masalah
kehidupannya dari Allah swt. Sesunggunya seluruh perjalanan spiritual dan sosial, mulai
dari bidayah, sampai kepada nihayah adalah ibadah. Ibadah dalam pengertian
seperti ini mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, tidak terbatas pada waktu
pendek yang dipergunakan untuk ritual itu-itu saja. Kalau itu yang dimaksud
dengan ibadah oleh ayat 56 surah Azzariyat tersebut, tentu ayat itu tidak
mempunyai makna yang mendalam. Apa artinya waktu yang bebarapa menit untuk ritual
tersebut jika dibandingkan dengan kehidupan kita yang panjang ini. Hampir ia
tidak mempunyai pengaruh apa-apa. Ayat ini baru mempunyai makna penting apabila
ibadah dijadikan manhaj hayah/sistem kehidupan manusia, dan bila ibadah itu
menjadi cara berbuat, dan cara berfikir, dalam arti bahwa semua perbuatan manusia
harus kembali kepada Allah
Membentuk hubungan hati manusia dengan Allah swt. dan mendorong hati manusia untuk
kembali kepada Allah swt. pada setiap keadaan adalah kaidah pokok Pendidikan Islam. Dengan
kaidah inilah semua masalah dilaksanakan. Tanpa kaidah ini segala perbuatan di dunia
tidak mempunyai arti. Oleh sebab itu, tujuan Pendidikan Islam berbeda dengan
tujuan pendidikan lainnya, yaitu membentuk muslim yang beramal shaleh. Dalam
arti bahwa manusia yang ingin diciptakan oleh Pendidikan Islam adalah insan
yang dalam semua amalnya selalu berhubungan dengan Allah swt.
Al Azhar Cermin Lembaga Pendidikan dan Sosial Kemanusiaan
Pertama, sistem manajemen transparan. Sejak
pertama kali berdiri, YPI Al Azhar memang unggul dalam hal sistem manajemen
yang boleh dibilang modern. Bahkan, sampai saat ini pun nyaris belum ada
tandingannya. Ketika banyak yayasan-yayasan yang tidak mampu memisahkan harta
yayasan dengan keluarga pendiri yayasan, maka YPI Azhar dengan tegas memberikan
batasan hak-hak dan kewajiban bagi para pendiri yayasan. Tidak hanya itu,
sampai kini YPI Al Azhar yang sekarang dipimpin oleh Drs. Sobirin HS. menjadi
maju dan kaya raya dikarenakan memiliki beberapa aset dan unit-unit usaha.
Adapun rahasia manajemen transparan sebagaimana yang dituangkan oleh H. Cecep
Kurnia Sogoz, dalam bukunya “Catatan Seorang Pendidik 30 Tahun Mengabdi“,
beliau menjelaskan, walaupun yayasan mengkhususkan diri dalam pembinaan sumber
daya insani melalui pendidikan&dakwah, pada hakikatnya yayasan adalah alat
perjuangan yang mendapat dukungan daya dan dana dari masyarakat, karena
pengelolaan secara transparan, akuntabel dan efisien haruslah dibudayakan
sebagai pemenuhan unsur amanah, salah satu nilai yang kita anut.
Kedua, berjiwa sabar dan ikhlas. Di lingkungan YPI Al Azhar
sangat dikenal ungkapan “al ikhlasu ruhul amal” ikhlas itu jiwa sebuah
perbuatan. Konsep inilah yang membuat manajemen yayasan selalu eksis di bidangnya
masing-masing. YPI Al Azhar melalui salah satu kegiatan pembinaan rutinnya
yaitu kegiatan shalat subuh berjamaah dan kuliyah subuh secara tidak langsung
mendorong para pegawainya melaksanakan segala sesuatu secara maksimal (man
jadda wajada) tanpa banyak memiliki hidden agenda. Semua bergerak seirama
bagaikan air bah yang mampu menyapu apa saja yang ada di depannya. Jiwa sabar
dan ikhlas ini juga ditunjukkan oleh banyak alumninya yang terus setia mengembangkan
YPI Al Azhar, guna melanjutkan cita-cita sang pendiri YPI Al Azhar. Jumlah
alumni yang kini berada di hampir semua pelosok dunia menjadikan YPI Al Azhar
terus berkibar di penjuru persada nusantara.
Ketiga, konsep dari umat, oleh umat, dan untuk
semua umat. Konsep ini telah membuat YPI Al Azhar seperti gadis seksi yang
diperebutkan semua pria tampan. Dengan terus memegang teguh konsep ini, maka
sebenarnya YPI Al Azhar dengan penuh kesadaran menjadi besar dan mulia. Tatkala
banyak yayasan yang terjebak dalam politik praktis, menyebabkan yayasan
tersebut kolep dan ditinggalkan oleh warganya. Semoga saja YPI Al Azhar selalu
mempertahankan konsep tersebut.
Keempat, budaya disiplin. YPI Al Azhar adalah
ladangnya kedisiplinan. Dengan disiplin yang ketat menjadikan warganya memiliki
kepribadian yang kuat, bahkan mampu terus berinovasi dan bertahan dalam gejolak
dinamika kehidupan dunia yang semakin berubah. Mentalitas dan militansi yang
tinggi ini adalah modal dasar yang sampai kini kurang dimiliki sebagian besar
bangsa Indonesia sehingga mudah terlibas oleh bangsa-bangsa lainnya. Melalui
YPI Al Azhar inilah bersama-sama memajuklan bangsa Indonesia. Ada yang mengatakan
bahwa program bilingual di unit-unit sekolah tertentu menjadi keunggulan
tersendiri bagi YPI Al Azhar. Pada awalnya hal tersebut bisa jadi benar adanya.
Namun dalam konteks kekinian dewasa ini, sudah terlalu banyak yayasan atau lembaga
pendidikan yang memiliki metode canggih untuk mempelajari bahasa asing dengan
cepat dan mudah.
Arah Pendidikan Islam
Pendidikan di Indonesia dewasa ini tengah dihadapkan pada
berbagai problematika. Hal ini terjadi pula pada pendidikan Islam yang dihadang
oleh berbagai macam permasalahan. Salah satu hal yang menjadi hambatan bagi
pendidikan Islam dalam berperan aktif untuk menyumbang ilmu pengetahuan bagi
masyarakat adalah karena Pendidikan Islam dianggap sebagai materi pelajaran
yang terlalu normatif yang mana Pendidikan Islam dipandang hanya menyumbang aspek
pengetahuan ibadah, nilai-nilai moralitas, dan cara beragama saja tanpa adanya
bentuk penerapan dari pengetahuan tersebut. Sehingga wajar jika Pendidikan
Islam dinilai tidak memiliki peran aktif
dalam pembangunan peradaban, terutama peradaban dalam jenis produktivitas ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Walaupun pada faktanya sekarang ini pendidikan Islam secara
kelembagaan serta adminsitrasi misalnya Madrasah dan Pondok Pesantren mengalami perkembangan
pesat, mulai dari sarana prasarana, jumlah siswa, kualitas, dan sistem
organisasi yang terstruktur. Namun dari segi Kurikulum sepertinya Pendidikan
Islam baik secara isi maupun metode masih tunduk pada pengaruh-pengaruh
pendidikan umum. Sehingga diharapkan kedepannya nanti bisa tercipta Kurikulum “baru” yang relevan berisikan kurikulum
umum dengan kurikulum Islami secara integral.
Mengingat para generasi Islam berikutnya yang sekarang ini menjadi
peserta didik akan dihadapkan pada sebuah masalah yang sama sekali berbeda
dengan masa-masa kita sekarang ini
apalagi jika laju modernitas global masih terus berjalan dengan konstan bahkan secara
dinamis.
Oleh karena itu Pendidikan Islam sebagai ilmu pengetahuan harus
mengambil jalan sendiri agar memiliki identitas jelas, memiliki ciri khas
tersendiri, dan memiliki kemandirian. Ini bukan berarti Pendidikan
Islam
harus meninggalkan pengetahuan umum, bahkan untuk memiliki ciri khas
tersendiri hendaknya Pendidikan Islam berintegrasi dengan ilmu
pengetahaun umum. Karena jika ditelusuri secara konteks bahwa kebudayaan dan
peradaban manusia akan lahir dari hasil proses akumulasi perjalanan hidup yang
berhadapan dengan proses dialog antara ajaran normatif (wahyu) yang permanen
secara historis dengan pengalaman kekhalifahannya di muka bumi secara dinamis.
Sebagaian besar pengalaman kekhalifahan manusia di bumi ini
adalah pengelaman yang bisa mengahasilkan atau dihasilkan dari ilmu pengetahuan
umum seperti ilmu politik, ilmu alam, dan ilmu sosial. Pendapat penulis
tersebut diperkuat oleh pernyataan Muzayyin Arifin bahwa “Pendidikan yang benar
adalah yang memberikan kesempatan kepada keterbukaan terhadap pengaruh dari
dunia luar dan perkembangan dari dalam diri anak didik. Dengan demikian,
barulah fitrah itu diberi hak untuk membentuk pribadi anak dan dalam waktu
bersamaan faktor dari luar akan mendidik dan mengarahkan kemampuan dasar
(fitrah) anak.”
Oleh karena itu perlu pembahasan lebih lanjut atas
permasalahan mengenai peran Pendidikan Islam dalam membangun budaya unggul, tentu budaya unggul ini bukan
budaya yang normatif. Sehingga Pendidikan Islam benar-benar bisa dinilai memiliki
peran dalam menyumbang Ilmu pengetahuan baik secara konsep (gagasan) maupun
hasil yang nyata. Menurut penulis, Pendidikan Islam tidak bisa dikatakan
berfungsi aplikatif jika hanya untuk kejayaan di akhirat tanpa adanya tujuan
kejayaan di Dunia. Dengan kata lain Pendidikan Islam bukan hanya untuk
menyelematkan manusia dari siksa neraka namun Pendidikan Islam juga harus mampu
menciptkan generasi yang berdaya saing menyelamatkan diri dari hegemoni
cengkraman dunia. Maka berdasarkan penjelasan tersebut metode, tujuan, dan
strategi Pendidikan Islam harus mengadakan modernisasi (pembaruan) agar Pendidikan
Islam masih bisa dikatakan relevan dengan
perubahan zaman.
Kiranya sebagai pemertajam argumentasi di atas maka perlu
dipahami bahwa kemunduran umat Islam yang di awali Abad 12 hingga dirasakan
sampai akhir-akhir ini lebih banyak disebabkan oleh faktor internal umat Islam
sendiri. Beberapa indikasinya adalah bahwa Islam tidak dipahami lagi secara
utuh (kaffah), melainkan hanya
sebatas bagian dari kehidupan, yaitu hanya menyangkut di seputar ketuhanan, ritual, dan moralitas sehingga
Islam lebih dipahami bersifat teosentris
serta dianggap sebagai ilmu pengetahuan sejarah agama dan tata cara beragama.
Padahal berdasarkan fakta sejarah bahwa umat Islam pernah
berhasil membangun peradaban unggul dan selalu berada pada posisi terdepan.
Budaya unggul tersebut bisa tercipta karena Al Qur’an dipahami secara mendalam
dan difungsikan sebagaimana mestinya. Berdasarkan analisis sejarah, kemajuan
tersebut terjadi karena ilmu pengetahuan tidak didikotomikan antara ilmu agama
dan ilmu umum. Lingkup ajaran Islam yang sedemikian
luas ternyata diakui oleh ilmuwan barat Gibb, dengan mengatakan bahwa Islam
tidak sebatas agama melainkan juga civilization atau peradaban.
Sebab Al Qur’an sendiri juga memerintahkan umat Islam, selain
banyak melafadzkan dzikir juga merenungkan serta meneliti penciptaan langit dan
bumi, dan bahkan Al
Qur’an mengingatkan bahwa semua penciptaan itu tidak ada yang sia-sia. Dengan
kata lain ada hikmah tersembunyi dibalik penciptaan tersebut. Oleh karena itu
Hakikat Pendidikan Islam seharusnya melahirkan generasi yang mengusai kemampuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat diperlukan bagi peningkatan
kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia. Tujuan Pendidikan Islam juga harus
mampu membangun budaya Unggul yang akan membekali generasi islam menjalankan
misi dan fungsinya sebagai anak manusia, anak bangsa, dan hamba-Nya yang
bertaqwa.
Refleksi Pendidikan
Islam
Kekuatan Pendidikan
Islam bisa saja terletak dari namanya. Nama Pendidikan Islam sebagai sebuah wadah yang bercirikan dan
bernafaskan Islam, tentu sudah mendapat tempat di hati umat dan masyarakat. Didukung oleh animo masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya
pada unit pendidikan di bawah naungan lembaga Pendidikan
Islam semakin meningkat. Pendidikan Islam juga memiliki SDM yang mumpuni di bidang masing-masing yang
memiliki kualifikasi sesuai dengan bidangnya, mulai dari lulusan D2, PGSD, S1,
S2, bahkan S3 bidang studi kependidikan. Usia pegawai Pendidikan
Islam sebagian besar dalam usia muda produktif dan enerjik serta
memiliki dedikasi yang tinggi. Pendidikan Islam dengan didukung oleh sarana dan prasarana yang selalu diupayakan
peningkatannya baik dari sisi kuantitas jumlah, maupun kualitasnya agar mencapai standar ideal.
Penulis selalu ingat akan sebuah atsar yang disampaikan oleh Ali Bin
Abi Thalib, yang berbunyi : “ "الحق بلا نظام
يغلبه الباطل بالنظامyang artinya
suatu kebenaran bila tidak dikelola dengan baik maka akan dikalahkan oleh
kebathilan yang dikelola dengan baik. Oleh karena itu di usianya yang matang ini Pendidikan Islam harus terus berbenah
dan mempertahankan apa yang sudah diraihnya. Oleh
karena itu menurut hemat penulis Pendidikan Islam harus berani mengambil
refleksi kebijakan yang mengimbangi image masyarakat tersebut bahwa Pendidikan Islam adalah sekolah yang murah dan murahan
Benang Merah
Benang merah
dari sekelumit tulisan ini adalah, bahwa dalam menghadapi dinamika perubahan
zaman yang sangat global ini, dibutuhkan sinergisitas yang
tinggi dari Lembaga Pendidikan
Islam, jika kita hanya duduk berdiam diri membanggakan prestasi yang sudah didapatkan
maka bisa jadi Lembaga Pendidikan
Islam yang kita cintai ini akan luntur digerus peradaban zaman. Kemajuan Pendidikan
Islam sekarang ini harus didorong dengan keinginan dan kemauan yang kuat untuk
maju dan meluaskan wawasan mencakup bidang dakwah, pendidikan, sosial,
keilmuan, politik, ekonomi, teknologi, kesehatan, keagamaan dan lain-lain.
Kalau kita hanya
membatasi pada bidang dakwah, pendidikan, dan sosial saja, bisa jadi kita akan
terlibas oleh perkembangan zaman. Pendidikan Islam juga harus mengutamakan kemandirian, dibantu pihak luar ataupun tidak, Pendidikan
Islam harus tetap berjalan. Dan satu hal lagi yang tidak boleh terlupa menurut
hemat penulis adalah Pendidikan Islam harus selalu berkomitmen, istiqomah terhadap pananaman dan penguatan
akidah, syariat dan akhlak. Eksistensi suatu yayasan akan diakui apabila
menanamkan tiga komponen pokok ajaran Islam tersebut, yaitu iman, islam, dan
ihsan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar