Prolog
Belajar memahami hakikat keberadaan
segala sesuatu adalah awal dari berpikir filosofis. Jika tidak pernah mengalami
perenungan tentang hakikat diri, tentu kehidupan tidak akan bernilai .
Mencintai eksistensi hidup adalah bagian terpenting dari upaya menghargai diri
sendiri. Dengan cara itulah, kita dapat beranjak untuk memahami diri di luar
kita sendiri
Segala sesuatu mempunyai hakikat,
terutama hakikat dirinya sendiri. Pertahanan hakikat dilakukan dengan
mengaitkan atas segala hal yang bersifat fana yang riskan dengan kenisbian dan
relativitas. Roh adalah hakikat yang hidup, yang ingin maujud dengan cara
memenjarakan dirinya di dalam tubuh yang tidak pernah tetap. Demikian pula atas
berbagai materi dipandang memiliki potensi metafisika.
Memahami sekali akan terasa
menikmati ayunan reasoning filosofika, kedua kali semakin terayun- ayun bagai
sirkuit cinta, dan mendalami lubuk hati pemahaman ini, mudah- mudahan makalah
sederhana ini memberikan kenikmatan estetik yang tiada terhingga
Pembahasan
Ilmu, science, filsafat dan agama
Ilmu
Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari kata ‘alima -
ya’lamu -‘ilman berarti mengetahui sesuatu[1].
Lawan katanya adalah al jahlu yang berarti bodoh atau tidak tahu. Secara
istilah ilmu adalah ma’rifah atau
pengetahuan tentang sesuatu yang diketahui dzat ( esensi ), sifat dan
makna sebagaimana adanya. Maksud dari sebagaimana adanya adalah sesuatu yang
dalam kenyataannya dan bentuk lahir dari sesuatu yang diketahui tersebut[2].
Adapun jika kita melihat ke taklimul
mutaalim sebagaimana yang pemakalah kutip, disana dijelaskan bahwa definisi
ilmu adalah kondisi sedemikian rupa yang jika dimiliki seseorang maka menjadi
jelas apa yang diketahuinya[3].
Sementara menurut Nur Unbiyati, bahwa ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan
yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode- metode tertentu yang
bersifat ilmiah[4]
Sedangkan menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional Republik Indonesia, bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yg dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
di bidang (pengetahuan) itu[5]
Menurut hemat
pemakalah, jika dilihat dari berbagai pengertian ilmu diatas dapatlah
disimpulkan bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang berdiri secara satu kesatuan,
tersusun secara sistematis, ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang
dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan
data), mendapat legalitas bahwa
ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.
Kata “ilm” dalam bahasa Arab
menggunakan tiga huruf, yaitu huruf ‘ain,
lam, dan miem. Menurut Muhammad T. H sebagaiman pemakalh kutip dari buku filsafat ilmu karangan Beni Ahmad
Saebani, tiga huruf itu adalah;
- Huruf ‘ain bentuknya di depan ibarat mulut yang posisinya selalu terbuka, menandakan bahwa mencari ilmu pengetahuan itu tidak akan pernah kenyang. Seseorang yang berilmu akan terus mencari pembenaran- pembenaran ilmiah untuk semua yang dipikirkannya. Setiap hari ilmu digunakan manusia untuk meningkatkan derajat kehidupannya
- Huruf lam sesudah ‘ain, panjangnya tidak terbatas. Boleh menjulang sampai ke langit dan menjangkau cakrawala yang nun jauh disana. Itu pertanda bahwa mencari ilmu tidak mengenal batas usia. Semua berhak melakukannya, bahkan sejak buaian ibu hingga masuk ke liang lahat
- Huruf terahir adalah huruf miem, yang meletakkan diri di dasar, menunduk pertanda kefakiran ilmunya. Artinya, meskipun ilmu pengetahuan telah menjulang tinggi, seorang yang ‘alim harus rendah hati bagaikan ilmu padi, makin berisi makin tertunduk dan tawadhuk[6]
Ilmu menurut konsepsi Islam secara
garis besar dibagi menjadi dua yaitu:
- Ilmu Allah, yaiitu ilmu yang mencakup segala sesuatu, termasuk yang dapat disaksikan oleh indera manusia maupun yang tidak bisa disaksikan oleh indera (gaib) yang hanya bisa diketahui oleh manusia lewat wahyu.
- Ilmu manusia meliputi ilmu perolehan dan ilmu laduni. Ilmu perolehan kita dapatkan lewat berbagai perenungan dan pembuktian, sedangkan ilmu laduni adalah ilmu yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang tertentu yang dipilih-Nya. Dalam hal ini, hanya mereka yang bersih dan suci hatinya yang berpeluang mendapatkan ilmu ini. Dan jika ia mendapatkan ilmu ini maka terkuaklah sebagian besar rahasia alam dan kehidupan di hadapannya.
Sampai di sini cukup jelas bahwa
kata ilmu dalam Al Qur’an tidak bisa begitu saja disamakan dengan kata ilmu
dalam pengertian sehari-hari. Islam memandang bahwa terdapat kesatuan
penciptaan, kesatuan pengaturan, dan kesatuan mekanisme dalam alam kehidupan.
Oleh karenanya hanya ada satu realitas meliputi yang riil dan yang gaib
Syarat- syarat ilmu
Berbeda dengan pengetahuan,
ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada
persyaratan ilmiah
sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu
banyak terpengaruh paradigma ilmu- ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
Persyaratan itu yaitu:
Objektif
Ilmu
harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama
sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat
bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam
mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu
dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan
subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
Metodis
adalah
upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu
untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
Sistematis
Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu
menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang
tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu
yang ketiga.
Universal
Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat
umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ.
Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan
ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya
berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia.
Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial,
harus tersedia konteks dan tertentu pul
Pengetahuan
Pada dasarnya, pengetahuan merupakan objek utama filsafat ilmu, dan
ilmulah yang menjadi objek filsafat ilmu. Karena jika terdapat pengetahuan,
akan dipertanyakan secara epistimologis, dari mana asal pengetahuan tersebut,
bagaimana memperolehnya. Demikian pula, apabila yang dihadapi adalah ilmu,
pertanyaan pun sama. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan merupakan objek kajian
epistimologis. Akan tetapi, ketika pertanyaan tersebut dijawab bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman, muncul pertanyaan bagaimana memperoleh
pengalaman tersebut, atau bahwa ilmu berasal dari kesepakatan para ilmuan
setelah menemukan pengetahuan yang mengujinya
maka dipertanyakan, bagaimana melakukan pengujian terhadap pengetahuan
yang dimaksudkan. Sampai ke akar-akarnya, pertanyaan yang berkaitan dengan
seluk beluk sagala bentuk pengetahuan merupakan kajian filsafat ilmu.[7]
Menurut Juhaya S. Praja, dalam buku8nya Fisafat Hukum Islam
dijelaskan bahwa pada dasarnya pengetahuan memiliki tiga kriteria, yaitu:
- Adanya suatu sistem gagasan dalam pikiran
- Persesuaina antara gagasan dan benda- benda yang sebenarnya
- Adanya keyakinan tentang persesuaian itu[8]
Gagasan dalam pikiran manusia adalah ide yang terdapat dalam alat
pikir yang disebut akal atau otak. Semua orang tidak ada yang dapat
menggambarkan bentuk konkret dari akal. Yang ada hanyalah bentuk fisikal otak
yang terdapat didalam kepala manusia. Oleh karena itu, ketika seorang kepalanya
terbentur tembok dan mengalami muntah-muntah, disebutlah gegar otak, bukan
gegar akal, apalagi gegar pikir. Akan tetapi, jika seseorang mengalami gegar
otak secara otomatis akan berakibat pada cara kerja otak itu sendiri, misalnya
mengalami kesulitan berpikir, telat mikir dan sebagainya. Bahkan jika ada urat saraf yang tersambung ke otak putus,
yang menerima dampaknya bukan hanya kinernya alat pikir sehingga nyaris tidak
mampu untuk berpikir, tetapi bisa jadi semua organ tubuhnya akan terganggu,
misalnya orang yang terkena strok akan mengalami kelumpuhan, tidak mampu
berbicara, dan hubungan gerak anggota badan, seperti tangan, kaki, dan organ
lainnya ke saraf otak akan terhambat. Dengan pemahaman tersebut, tentu yang dimaksud dengan sistem gagasan
dalam pikiran manusia adalah lancarnya kerja otak dalam menangkap segala
sesuatu, mengembangkan nalar dalam sebuah ide tentang sesuatu yang dimaksudkan
dan membentuk konsep demi pembatasan sesuatu yang digagas.
Menurut Jujun Suriasumantri, berpikir merupakan suatu kegiatan untuk
menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah
tidak sama maka kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang
benar itu pun bervariasi. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai
apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini
merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran. Penalaran merupakan suatu
proses penemuan kebenaran sesuai dengan kriterianya masing- masin
Manfaat
Mempelari Filsafat Ilmu
Pernahkah kita berpikir dan menduga bahwa ada ilmu yang
tidak ada bermanfaat. Jika bicara faedah atau manfaat ilmu, tentu tidak aneh,
karena semua orang sepakat bahwa ilmu memiliki manfaat yang sangat besar.
Bagaimana cara orang makan, jika tidak mengerti ilmunya. Hidup manusia tidak pernah
berhenti membutuhkan ilmu. Kalau demikian, apa kegunaan filsafat ilmu? Pasti
belajar filsafat ilmu ada gunanya, sebab semua pengetahuan berguna untuk
manusia. Menurut Beni Ahmad Saebani, kegunaan filsafat itu ada 7 macam, yaitu:
- Dengan belajar filsafat ilmu, kita akan mrengetahui pengertiannya, objek-objeknya, dan seluk beluk filsafatilmu itu sendiri. Maksudnya adalah bahwa orang yang tidak pernah belajar filsafat ilmu, tidak akan mengetahui seluk- beluknya
- Memberika pengetahuan tentang sumber- sumber pengetahuan dan kebenarannya
- Menambah ketajaman berpikir dalam memahami masalah senantiasa dikaji secara rasional, sistematis, dan logis
- Mengarahkan manusia untuk mengakui secara arif bahwa ilmu pengetahuan itu kebenarannya relatif, sehingga setiap pemikiran memiliki nilai kebenarannya masing- masing
- Melatih berpikir mendalam dan radikal
- Dapat memahami filsafat dan mengantarkan orang yang belajar filsafat menjadi filosuf
- Mengasah otak melalui kontemplasi pemikiran terhadap yang rasional dan metafisikal
[1] Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Jakarta: Pt. Hidakarya
Agung, 1989. Hlm. 277
[2] Abu Bakar Jabir Al- Jazairi “Ter Ilmu an Ulama” diakses dari www.alazhar sch.com, 14 Maret 2012.h. 19
[3] Aliy As’ad, tarjamah ta’lomul muta’alim; Bimbingan bagi Penuntut
Ilmu Pengetahuan, Kudus: Menara
Kudus, 2007, hlm. 10
[4] Nur Unbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2005,
halm. 12
[5] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
“Kamus besar Bahasa Indonesia”
diakses dari www.alazhar
sch.com, 14 Maret 2012
[6] Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, Bandung: Pustaka Setia, 2009,
hlm.35
[7] Beni Ahmad Saebani, filsafat Ilmu: Kontemplasi filosofis tentang
seluk beluk sunber dan tujuan ilmu
pengetahuan, Bandung; Pustaka Setia, 2009,
hlm.36
[8] Beni ahmad saebani, filsafat ilmu, Bandung: Pustaka Setia, 2009
dikutip dari Juhaya S Praja, Filsafat
Hukum Islam, Bandung: yayasan Piara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar