Kamis, 05 Oktober 2017

Ilmu, science, filsafat dan agama. Oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I.

Prolog

Belajar memahami hakikat keberadaan segala sesuatu adalah awal dari berpikir filosofis. Jika tidak pernah mengalami perenungan tentang hakikat diri, tentu kehidupan tidak akan bernilai . Mencintai eksistensi hidup adalah bagian terpenting dari upaya menghargai diri sendiri. Dengan cara itulah, kita dapat beranjak untuk memahami diri di luar kita sendiri
Segala sesuatu mempunyai hakikat, terutama hakikat dirinya sendiri. Pertahanan hakikat dilakukan dengan mengaitkan atas segala hal yang bersifat fana yang riskan dengan kenisbian dan relativitas. Roh adalah hakikat yang hidup, yang ingin maujud dengan cara memenjarakan dirinya di dalam tubuh yang tidak pernah tetap. Demikian pula atas berbagai materi dipandang memiliki potensi metafisika.
Memahami sekali akan terasa menikmati ayunan reasoning filosofika, kedua kali semakin terayun- ayun bagai sirkuit cinta, dan mendalami lubuk hati pemahaman ini, mudah- mudahan makalah sederhana ini memberikan kenikmatan estetik yang tiada terhingga

Pembahasan
Ilmu, science, filsafat dan agama
      
      Ilmu
      Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari kata ‘alima - ya’lamu -‘ilman  berarti mengetahui sesuatu[1]. Lawan katanya adalah al jahlu yang berarti bodoh atau tidak tahu. Secara istilah ilmu adalah  ma’rifah atau  pengetahuan tentang sesuatu yang diketahui dzat ( esensi ), sifat dan makna sebagaimana adanya. Maksud dari sebagaimana adanya adalah sesuatu yang dalam kenyataannya dan bentuk lahir dari sesuatu yang diketahui tersebut[2]. 

Adapun jika kita melihat ke taklimul mutaalim sebagaimana yang pemakalah kutip, disana dijelaskan bahwa definisi ilmu adalah kondisi sedemikian rupa yang jika dimiliki seseorang maka menjadi jelas apa yang diketahuinya[3]. Sementara menurut Nur Unbiyati, bahwa ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan mempunyai metode- metode tertentu yang bersifat ilmiah[4] 

Sedangkan menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, bahwa ilmu adalah pengetahuan tentang  suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yg dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu[5] 

Menurut hemat pemakalah, jika dilihat dari berbagai pengertian ilmu diatas dapatlah disimpulkan bahwa sifat-sifat ilmu merupakan kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang berdiri secara satu kesatuan, tersusun secara sistematis,  ada dasar pembenarannya (ada penjelasan yang dapat dipertanggung jawabkan disertai sebab-sebabnya yang meliputi fakta dan data), mendapat legalitas bahwa ilmu tersebut hasil pengkajian atau riset.  

Kata “ilm” dalam bahasa Arab menggunakan tiga huruf, yaitu huruf  ‘ain, lam, dan miem. Menurut Muhammad T. H sebagaiman pemakalh kutip dari buku filsafat ilmu karangan Beni Ahmad Saebani, tiga huruf itu adalah;
  1. Huruf ‘ain bentuknya di depan ibarat mulut yang posisinya selalu terbuka, menandakan bahwa mencari ilmu pengetahuan itu tidak akan pernah kenyang. Seseorang yang berilmu akan terus mencari pembenaran- pembenaran ilmiah untuk semua yang dipikirkannya. Setiap hari ilmu digunakan manusia untuk meningkatkan derajat kehidupannya
  2. Huruf  lam sesudah ‘ain, panjangnya tidak terbatas. Boleh menjulang sampai ke langit dan menjangkau cakrawala yang nun jauh disana. Itu pertanda bahwa mencari ilmu tidak mengenal batas usia. Semua berhak melakukannya, bahkan sejak buaian ibu hingga masuk ke liang lahat
  3. Huruf terahir adalah huruf miem, yang meletakkan diri di dasar, menunduk pertanda kefakiran ilmunya. Artinya, meskipun ilmu pengetahuan telah menjulang tinggi, seorang yang ‘alim harus rendah hati bagaikan ilmu padi, makin berisi makin tertunduk dan tawadhuk[6]
Ilmu menurut konsepsi Islam secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu:
  1. Ilmu Allah, yaiitu ilmu yang mencakup segala sesuatu, termasuk yang dapat disaksikan oleh indera manusia maupun yang tidak bisa disaksikan oleh indera (gaib) yang hanya bisa diketahui oleh manusia lewat wahyu.
  2. Ilmu manusia meliputi ilmu perole­han dan ilmu laduni. Ilmu perolehan kita dapatkan lewat berbagai perenungan dan pembuktian, sedangkan ilmu laduni adalah ilmu yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang tertentu yang dipilih-Nya. Dalam hal ini, hanya mereka yang bersih dan suci hatinya yang berpel­uang mendapatkan ilmu ini. Dan jika ia mendapatkan ilmu ini maka terkuaklah sebagian besar rahasia alam dan kehidupan di hadapannya.
Sampai di sini cukup jelas bahwa kata ilmu dalam Al Qur’an tidak bisa begitu saja disamakan dengan kata ilmu dalam pengertian sehari-hari. Islam memandang bahwa terdapat kesatuan penciptaan, kesatuan pengaturan, dan kesatuan mekanisme dalam alam kehidupan. Oleh karenanya hanya ada satu realitas melip­uti yang riil dan yang gaib

Syarat- syarat ilmu

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu- ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. Persyaratan itu yaitu:
      
      Objektif  
Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
       
      Metodis
adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
       
      Sistematis
    Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
      
      Universal
    Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180ยบ. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pul
 
Pengetahuan
Pada dasarnya, pengetahuan merupakan objek utama filsafat ilmu, dan ilmulah yang menjadi objek filsafat ilmu. Karena jika terdapat pengetahuan, akan dipertanyakan secara epistimologis, dari mana asal pengetahuan tersebut, bagaimana memperolehnya. Demikian pula, apabila yang dihadapi adalah ilmu, pertanyaan pun sama. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan merupakan objek kajian epistimologis. Akan tetapi, ketika pertanyaan tersebut dijawab bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, muncul pertanyaan bagaimana memperoleh pengalaman tersebut, atau bahwa ilmu berasal dari kesepakatan para ilmuan setelah menemukan pengetahuan yang mengujinya  maka dipertanyakan, bagaimana melakukan pengujian terhadap pengetahuan yang dimaksudkan. Sampai ke akar-akarnya, pertanyaan yang berkaitan dengan seluk beluk sagala bentuk pengetahuan merupakan kajian filsafat ilmu.[7] 
Menurut Juhaya S. Praja, dalam buku8nya Fisafat Hukum Islam dijelaskan bahwa pada dasarnya pengetahuan memiliki tiga kriteria, yaitu:
  1. Adanya suatu sistem gagasan dalam pikiran
  2. Persesuaina antara gagasan dan benda- benda yang sebenarnya
  3. Adanya keyakinan tentang persesuaian itu[8]
Gagasan dalam pikiran manusia adalah ide yang terdapat dalam alat pikir yang disebut akal atau otak. Semua orang tidak ada yang dapat menggambarkan bentuk konkret dari akal. Yang ada hanyalah bentuk fisikal otak yang terdapat didalam kepala manusia. Oleh karena itu, ketika seorang kepalanya terbentur tembok dan mengalami muntah-muntah, disebutlah gegar otak, bukan gegar akal, apalagi gegar pikir. Akan tetapi, jika seseorang mengalami gegar otak secara otomatis akan berakibat pada cara kerja otak itu sendiri, misalnya mengalami kesulitan berpikir, telat mikir dan sebagainya. Bahkan jika ada  urat saraf yang tersambung ke otak putus, yang menerima dampaknya bukan hanya kinernya alat pikir sehingga nyaris tidak mampu untuk berpikir, tetapi bisa jadi semua organ tubuhnya akan terganggu, misalnya orang yang terkena strok akan mengalami kelumpuhan, tidak mampu berbicara, dan hubungan gerak anggota badan, seperti tangan, kaki, dan organ lainnya ke saraf otak akan terhambat. Dengan pemahaman tersebut, tentu yang dimaksud dengan sistem gagasan dalam pikiran manusia adalah lancarnya kerja otak dalam menangkap segala sesuatu, mengembangkan nalar dalam sebuah ide tentang sesuatu yang dimaksudkan dan membentuk konsep demi pembatasan sesuatu yang digagas
Menurut Jujun Suriasumantri, berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun bervariasi. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses penemuan kebenaran. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran sesuai dengan kriterianya masing- masin 

Manfaat Mempelari Filsafat Ilmu 
Pernahkah kita berpikir dan menduga bahwa ada ilmu yang tidak ada bermanfaat. Jika bicara faedah atau manfaat ilmu, tentu tidak aneh, karena semua orang sepakat bahwa ilmu memiliki manfaat yang sangat besar. Bagaimana cara orang makan, jika tidak mengerti ilmunya. Hidup manusia tidak pernah berhenti membutuhkan ilmu. Kalau demikian, apa kegunaan filsafat ilmu? Pasti belajar filsafat ilmu ada gunanya, sebab semua pengetahuan berguna untuk manusia. Menurut Beni Ahmad Saebani, kegunaan filsafat itu ada 7 macam, yaitu:
  1. Dengan belajar filsafat ilmu, kita akan mrengetahui pengertiannya, objek-objeknya, dan seluk beluk filsafatilmu itu sendiri. Maksudnya adalah bahwa orang yang tidak pernah belajar filsafat ilmu, tidak akan mengetahui seluk- beluknya
  2. Memberika pengetahuan tentang sumber- sumber pengetahuan dan kebenarannya
  3. Menambah ketajaman berpikir dalam memahami masalah senantiasa dikaji secara rasional, sistematis, dan logis
  4. Mengarahkan manusia untuk mengakui secara arif bahwa ilmu pengetahuan itu kebenarannya relatif, sehingga setiap pemikiran memiliki nilai kebenarannya masing- masing
  5. Melatih berpikir mendalam dan radikal
  6. Dapat memahami filsafat dan mengantarkan orang yang belajar filsafat menjadi filosuf
  7. Mengasah otak melalui kontemplasi pemikiran terhadap yang rasional dan metafisikal


[1] Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Jakarta: Pt. Hidakarya Agung, 1989. Hlm. 277
[2] Abu Bakar Jabir Al- Jazairi “Ter Ilmu an Ulama” diakses dari www.alazhar sch.com, 14 Maret 2012.h. 19
[3] Aliy As’ad, tarjamah ta’lomul muta’alim; Bimbingan bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Kudus: Menara
   Kudus, 2007, hlm. 10
[4] Nur Unbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2005, halm. 12
[5] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, “Kamus besar Bahasa Indonesia”
   diakses dari www.alazhar sch.com, 14 Maret 2012
[6] Beni Ahmad Saebani, Filsafat Ilmu, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm.35
[7] Beni Ahmad Saebani, filsafat Ilmu: Kontemplasi filosofis tentang seluk beluk sunber dan tujuan ilmu
    pengetahuan, Bandung; Pustaka Setia, 2009, hlm.36
[8] Beni ahmad saebani, filsafat ilmu, Bandung: Pustaka Setia, 2009 dikutip dari Juhaya S Praja, Filsafat
    Hukum Islam, Bandung: yayasan Piara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara

Merawat Potret " Bodo Kupat" dalam tradisi Jepara Hari Kamis besok tepat tanggal 8 Syawwal 1442 H. Dalam tradisi masyarakat muslim...