KADERISASI
DALAM ORGANISASI
Oleh : Rudi Hartono, M. Pd. I.
Guru SD Islam Al Azhar 8 Kembangan Jakarta Barat
Pengertian
Kaderisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kaderisasi adalah pengaderan, dan
arti dari kader adalah “orang yang diharapkan memegang peran dan pekerjaan
penting di pemerintahan, partai, dsb .
Sementara Pengaderan adalah proses, cara, perbuatan mendidik atau membentuk
seseorang menjadi kader.
Pengertian ini menurut saya terlalu konvensional dan kaku, karena bila
pengertian kaderisasi seperti yang diungkapkan di atas, maka seolah-olah
kaderisasi itu adalah sesuatu hal yang eksklusif, karena tak semua orang
tentunya dapat memegang suatu peranan penting dalam suatu
perkumpulan/organisasi.
Adapun kaderisasi berarti Pemberian
kesempatan kepada orang-orang yang dipimpin, kesempatan yang diberikan tersebut
merupakan kegiatan yang berisikan upaya-upaya yang mendukung bagi terbentuknya
integritas keperibadian dan kemampuan mengerakan orang lain secara terus
menerus sehingga dapat mempersiapkanya menjadi pemimpin
Kaderisasi
kepemimpinan
Kepemimpinan
mengacu pada sebuah proses untuk menggerakan sekumpulan orang menuju ke suatu
tujuan yang telah ditetapkan dengan mendorong mereka bertindak tampa memaksa.
Kepemimpinan juga bukan sekedar penurunan sifat/bakat dari orang tua kepada
anaknya, tetapi ditentukan oleh semua aspek keperibadian, sehingga dapat
menjalankan kepemimpinan yang efektif yaitu:
- Intelegensi yang cukup tinggi
- Kemampuan melakukan analisis
situasi dalam mengambilan keputusan.
- Kemampuan mengaplikasikan
hubungan manusiawi yang efektif agar keputusan dapat dikomunikasikan.
Kaderisasi
kepemimpinan adalah proses mempersiapkan seseorang menjadi pemimpin penganti di
masa depan yang akan memikul tanggung jawab penting dan besar dalam lingkungan
suatu organisasi. Mengapa kaderisasi diperlukan? Karena semua manusia termasuk
yang sekarang menjadi pemimpin, suatu saat pasti akan mengakhiri kepemimpinanya,
baik dikehendaki maupun tidak. Proses tersebut dapat terjadi karena:
- Adanya ketentuan periodeisasi
kepemimpinan
-
Adanya penolakan dari anggota
kelompok yang menghendaki pergantian kepemimpinan baik wajar maupun tidak.
- Proses alamiah, menjadi tua dan
kehilangan kemampuan memimpin
- Kematian
- Agar tersedia jumlah pemimpin
yang berkualitas.
Dalam
pelaksanaanya proses kaderisasi terdiri dari dua macam proses yaitu
Kaderisasi
Informal
Untuk
melahirkan seseorang pemimpin yang berkualitas dip[erlukan proses jangka waktu
yang cukup lama, seluruh kehidupan seseorang sejak masa kanak-kanak dan remaja
merupakan masa kaderisasi untuk menjadi pemimpin dalam upaya membentuk pribadi,
agar memiliki keungulan dalam aspek-aspek yang dibutuhkan untukl mampu bersaing.
Kaderisasi disebut juga sebagai proses pendidikan termasuk proses belajar
dilingkungan sekolah, pendidikan keluarga, peluang dalam kurikulum dalam
program ekstrakurikuler serta lingkungan.
Faktor
yang mempengaruhi kegagalan seseorang pemimpin, pertama berada diluar
diri yang bersangkutan, yaitu peluang menjadi pemimpin. Kedua factor
dari dalam diri sendiri yaitu keberanian dan kemampuan menciptakan dan merebut
kesempatan menjadi pemimpin.oleh sebab itu pemimpin terdahulu perlu membangun
komunikasi dengan generasi muda, member contoh dan keteladanan, bimbingan dan
arahan yang baik agar dapat menjadi teladan oleh generasi muda dalam
mempersiapkan diri menjadi pemimpin.
Kaderisasi
formal
Kaderisasi
formal adalah usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin untuk masa depan secara
terencana, teratur, dan sistematis dan terarah. Untuk itu proses kaderisasi
mengikuti kurikulum yang telah di desain secara khusus yang harus dilaksanakan
selama jangka waktu tertentu dan berisi bahan-bahan teoritis dan praktik tentang
kepemimpinan dan bahan-bahan lain sebagai mendukung.
Usaha
kaderisasi internal yang bersifat formal dapat ditempuh dengan beberapa cara
sebagai berikut:
- Memberikan kesempatan menduduki
jabatan sebagai pemimpin yaitu, kaderisasi ini dilakukan dengan cara mengankat
dan memberikan kesempatan secara formal kepada seseorang calon pemimpin
usia muda untuk memangku jabatan pemimpin.
- Latihan kepemimpinan di dalam
dan di luar organisasi yaitu memberikan kesempatan kepada anggota organisasi
untuk mengikuti program mempersiapkan calon pemimpin yang dilaksanakan dalam
jangka waktu tertentu. Misalnya magang, pelatihan.
- Memberikan tugas belajar
-
Untuk mempersiapkan calon pemimpin yang
berkualitas perlu memberikan tugas belajar pada kader, untuk meningkatkan
wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam memimpin sehingga suatu saat siap
mendudukui suatu jabatan pada jenjang masing-masing
Kaderisasi
kepemimpinan secara formal bersifat eksternal dapat dilakukan sebagai berikut:
- Menyeleksi sejumlah generasi
muda lulusan lembaga pendidikan jenis dan jenjang tertentu, untuk
diangkat menjadi pemimpin suatu unit yang sesuai, atau ditugaskan magang
sebelum memimpin unit tersebut.
- Menyeleksi sejumlah generasi
muda lulusan lembaga pendidikan jenis dan jenjang tertentu, kemudian ditugaskan
melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi di dalam dan luar negeri.
- Memesan sejumlah generasi muda
lulusan lembaga pendidikan formal dengan frogram khusus atau spesialisasi,
sesuai bidang yang dikelola organisasi pemesan Menerima sejumlah generasi muda
dari suatu lembaga pendidikan untuk melakukan kerja praktik dilingkungan
organisasi.
Urgensi Kaderisasi
Bung
Hatta pernah bertutur mengenai kaderisasi, “Bahwa kaderisasi sama artinya
dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan,
pemimpin pada masanya harus menanam.”
Dalam proses kaderisasi ada dua ikon penting,
yaitu:
Pelaku Kaderisasi (subjek)
Sasaran Kaderisasi (objek)
Pelaku
kaderisasi merupakan individu-individu yang telah memiliki kapasitas yang mantap
untuk mengkader para anggotanya dan memahami alur kaderisasi dalam organisasi
tersebut. Sementara sasaran kaderisasi merupakan individu-individu yang
dipersiapkan dan dilatih untuk menjadi penerus visi dan misi organisasi.
Jadi,
sudah jelas terlihat urgensi dari kaderisasi dalam sebuah organisasi.
Kaderisasi merupakan suatu kebutuhan internal yang harus dilakukan demi
kelangsungan organisasi. Seperti hukum alam akan adanya suatu siklus, dimana
semua proses pasti akan terus berulang dan terus berganti. Namun satu yang
perlu kita pikirkan, yaitu format dan mekanisme yang komprehensif dan mapan,
guna memunculkan kader-kader yang tidak hanya mempunyai kemampuan di bidang
manajemen organisasi, tapi yang lebih penting adalah tetap berpegang pada
komitmen sosial dengan segala dimensinya. Sukses atau tidaknya sebuah institusi
organisasi dapat diukur dari kesuksesannya dalam proses kaderisasi internal
yang di kembangkannya. Karena, wujud dari keberlanjutan organisasi adalah
munculnya kader-kader yang memiliki kapabilitas dan komitmen terhadap dinamika
organisasi untuk masa depan.
Filosofi Kaderisasi
Kader
suatu organisasi adalah orang yang telah dilatih dan dipersiapkan dengan
berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga ia memiliki kemampuan yang diatas
rata-rata orang umum. Oleh karena itu jika mentoring dan training keislaman ,
atau training-training lainnya yang dilakukan oleh organisasi Islam, sementara
para aktivisnya tak menunjukkkan kelebihan-kelebihan yang signifikan dIbandingkan
dengan orang-orang umum, maka sesungguhnya pengkaderan yang dilakukan dapat
dikataklan tak berhasil. Atau sederhananya, pengkaderan tersebut menyalahi
filosofi pengkaderan. Yakni munculnya kader yang memiliki kemampuan di atas
rata-rata. Bukan sebaliknya, munculnya kader yang sama dengan manusia
rata-rata.
Kalau
kita kaitkan dengan statement Al-Qur'an, maka akan kita dapatkan isyarat
keunggulan kader Islam. Yakni misalnya saat Allah SWT menyebut bahwa kekuatan
tentara Islam (para sahabat Rasul SAW ) di medan jihad dibandingkan dengan
kekuatan kafir, adalah minimal 1:2 , maksimal 1:10 (Al Anfal:65-66).
Prasyarat mendasar dalam keunggulan tersebut adalah terkait langsung dengan
kekuatan iman mereka. Jika iman tinggi maka dapat mencapai perbandingan 1:10;
namun jika iman rendah tetap dapat mengungguli dengan perbandingan 1:2.
Sampai
di sini kita dapat menangkap isyarat keniscayaan iman dalam kaderisasi Islam.
Penanaman fondasi iman harus menjadi prioritas utama dan pertama. Walaupun juga
penting dicatat bahwa ia bukanlah satu-satunya faktor, yang menafikkan dimensi
kaderisasi lainnya secara utuh. Faktor lain yang patut kita pertimbangkan dalam
hal kaderisasi adalah potensi dasar/bawaan sang kader. Potesni dasar/bawaan
tersebut sesungguhnya telah dapat kita baca, melalui perjalanan hidupnya,
terlepas saat itu ia telah mengalami kaderisasi penanaman keimanan atau belum.
Contoh
yang paling monumental untuk hal di atas adalah, bagaimana dahulu Rasulullah
SAW berdoa agar Allah SWT membukakan hidayah Islam kepada salah satu dari dua
Umar , yakni Umar bin Khottob atau Umar bin Hisyam (Abu Jahal). Rasulullah sangat
berharap keislaman mereka , karena mereka dikenal sebagai orang yang keras
pendirian dan sangat berani. Dengan masuknya salah seorang mereka maka Islam
insya Allah SWT akan lebih kuat.
Peristiwa
di atas menunjukkan bahwa visi integral dari kaderisasi , selain mengedepankan
urgensi keimanan seseorang, tapi juga tak boleh juga melupakan bakat/potensi
dasar yang dimiliki oleh sang calon kader tersebut juga harus dipertimbangkan.
Sehingga tak terjadi nanti setelah banyak kader yang matang dalam hal keimanan
dan semangat pengorbanan untuk Islam , lalu organisaisi/gerakan Islam di
hadapkan pada persoalan lain. Yakni kader-kader tersebut memiliki kelemahan di
berbagai bidang strategis, misalnya kualitas kepemimipinan, managerial,
pemikiran/perencanaan strategis; keilmuan/saintek , kepiawaian diplomasi;
kepribadian yang dapat memikat massa/orang banyak; kreativitas dan kejelian;
dan lain-lain.
Kalau
hal di atas yang terjadi, maka akan dapat diduga sulit bagi gerakan/organsisasi
Islam tersebut untuk muncul memikat dan menguasai di pentas percaturan elite
nasional/internasional (baik percaturan elite politik, ekonomi, ilmuan ,
teknokrat, saintek, militer, media massa, pendidikan, sosial budaya, dan
lain-lain).
Jadi
ada filosofi kaderisasi yang harus diperhatikan benar oleh setiap
organisasi/pergerakan Islam. Yakni:
Mereka harus mencari bibit-bibit unggul dalam
kaderisasi (dengan tanpa meninggalkan kader-kader umum yang siap berkhidmat
untuk kepentingan Islam ) , bukan malah meninggalkannya, karena para bibit
unggul tersbut dianggap "sulit/alot" untuk dikader, bahwa mereka harus mampu menawarkan visi- missi ke
depan yang jelas dan memikat ; serta menawarkan romantika Islamisasi yang
menantang bagi para Muslim-Muslimah yang potensial; sehingga mereka dengan
senang hati akan terlibat mencurahkan segenap potensinya di jalan Islam.
Untuk
dapat menjalankan peran no.2 diatas , maka organisasi/gerakan Islam harus
terlebih dahulu mematangkan visi-missi mereka; dan termasuk sikap mereka
terhadap persoalan mendesak dan aktual kemasyarakatan; serta pada saat yang
sama tersedianya para pengkader yang handal, untuk menggarap bibit-bibit
potensil tadi.
Adalah
ciri kader-kader potensial , setelah mereka memahami dan meyakini fikroh dan
manhaj yang telah diinternalisasikan kepadanya, maka jiwanya akan
terpacu untuk berkerja, berkarya dan berkreasi seoptimal mungkin. Maka di sini
organisasi/pergerakan dituntut untuk dapat mengantisipasi dan menyalurkannya
secara positif. Dan memang sepatutnya organisasi/pergerakan mampu melakukannya,
karena bukankah yang namanya organsiasi/pergerakan berarti terobesesi progresif
bergerak maju dengan satu organisasi yang efisien dan efektif , bukan
sebaliknya.
Jika
ternyata karena satu dan lain hal kader-kader tersebut tak dapat direkrut masuk
ke dalam, maka organisasi/pergerakan Islam harus mencari mekanisme lain untuk
tetap dapat berkerjasama dengan mereka dalam berbagai kemaslahatan sejauh yang
dimungkinkan. Karena efektivitas dan efesiensi proses Islamisasi pada hakikatnya
terkait langsung dengan kemampuan mensinergiskan seluruh potensi, bukan malah
memecah belahnya.
Akhirnya
kembali perlu ditegaskan bahwa hal yang tak boleh terjadi dalam kaderisasi,
yakni suatu proses pengkaderan yang tak terobesesi / mengambil peduli untuk
merekrut kader-kader yang potensil . Jika hal ini terjadi, maka sesungguhnya
pengkaderan tersebut telah menyalahi filosofi kaderisasi. Itu mungkin terjadi
manakala para pengkader kehilangan visi dan missi besar yang harus dimainkan
oleh organisasi/gerakan Islam. Semoga kita bisa menghindarkan hal ini, suatu
gejala yang lebih tepat disebut kederisasi ketimbang kaderisasi.
Peran kaderisasi
- Pewarisan nilai- nilai organisasi yang baik. Proses
transfer nilai adalah suatu proses untuk memindahkan sesuatu (nilai) dari satu
orang ke orang lain (definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia). Nilai-nilai ini
bisa berupa hal-hal yang tertulis atau yang sudah tercantum dalam aturan-aturan
organisasi (seperti Konsepsi, AD ART, dan aturan-aturan lainnya) maupun nilai yang
tidak tertulis atau budaya-budaya baik yang terdapat dalam organisasi (misalnya
budaya diskusi) maupun kondisi-kondisi terbaru yang menjadi kebutuhan dan
keharusan untuk ditransfer.
- Penjamin Keberlangsungan Organisasi
- Organisasi
yang baik adalah organisasi yang mengalir, yang berarti dalam setiap
keberjalanan waktu ada generasi yang pergi dan ada generasi yang datang (ga
itu-itu aja, ga ngandelin figuritas). Nah, keberlangsungan organisasi dapat
dijamin dengan adanya sumber daya manusia yang menggerakan, jika sumber daya
manusia tersebut hilang maka dapat dipastikan bahwa organisasinya pun akan mati.
- Sarana belajar bagi anggota
- Tempat
di mana anggota mendapat pendidikan yang tidak didapat di bangku pendidikan
formal.Pendidikan itu sendiri berarti proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam proses mendewasakan manusia melalui
proses pengajaran dan pelatihan
Pendidikan di sini mencakup dua hal yaitu pembentukan dan pengembangan.
Pembentukan karena dalam kaderisasi terdapat output-output yang ingin dicapai,
sehingga setiap individu yang terlibat di dalam dibentuk karakternya sesuai
dengan output. Pengembangan karena setiap individu yang terlibat di dalam tidak
berangkat dari nol tetapi sudah memiliki karakter dan skill sendiri-sendiri
yang terbentuk sejak kecil, kaderisasi memfasilitasi adanya proses pengembangan
itu. Pendidikan yang dimaksudkan di sini terbagi dua yaitu dengan pengajaran (yang
dalam lingkup kaderisasi lebih mengacu pada karakter). Dengan menggunakan kata pendidikan, kaderisasi mengandung konsekuensi adanya
pengubahan sikap dan tata laku serta proses mendewasakan. Hal ini sangat
terkait erat dengan proses yang akan dijalankan di tataran lapangan, bagaimana
menciptakan kaderisasi yang intelek untuk mendekati kesempurnaan pengubahan
sikap dan tata laku serta pendewasaan.
Fungsi Kaderesasi
- Melakukan rekrutmen anggota baru
- Penanaman
awal nilai organisasi agar anggota baru bisa paham dan bergerak menuju tujuan
organisasi.
- Menjalankan proses pembiaan, penjagaan dan pengembangan anggota
- Membina
anggota dalam setiap pergerakkannya. Menjaga anggota dalam nilai-nilai
organisasi dan memastikan anggota tersebut masih sepaham dan setujuan.
Mengembangkan skill dan knowledge anggota agar semakin kontributif.
- Menyediakan sarana untuk pemberdayaan potensi anggota
- Kaderisasi akan gagal ketika potensi anggota
mati dan anggota tidak terberdayakan.
- Mengevaluasi dan melakukan mekanismekontrol organisasi
- Kaderisasi
bisa menjadi evaluator organisasi terhadap anggota. Sejauh mana nilai-nilai itu
terterima anggota, bagaimana dampaknya, dan sebagainya.(untuk itu semua,
diperlukan perencanaan sumber daya anggota sebelumnya)
Aspek
kaderisasi
Kaderisasi haruslah holistik. Banyak
aspek yang harus tersentuh oleh kaderisasi untuk menghasilkan kader yang ideal.
Aspektersebut adalah:
- Fisikal (kesehatan)
- Spiritual (keyakinan, agama, nilai)
- Mental (moral dan etika, softskill, kepedulian)
- Intelektual (wawasan, keilmuan, keprofesian)
- Manajerial (keorganisasian,
kepemimpinan)
Dari setiap aspek, harus ada sinergi
dan keseimbangan agar tiap aspek bisa menunjang aspek yang lainnya sehingga
potensi si kader teroptimalisasi.
Bentuk kaderisasi
Kaderisasi pasif
Kaderisasi pasif dilakukan secara
insidental dan merupakan masa untuk kenaikan jenjang anggota. Pada momen ini,
anggota mendapatkan pembinaan ‘learning to know’ dan sedikit ‘learning to be’.
Pembinaan pasif sangat penting dan efektif dalam pembinaan dan penjagaan.
Kaderisasi aktif
Yaitu kaderisasi yang bersifat rutin
dan sedikit abstrak, karena pada kaderisasi ini, anggotalah yang mencari
sendiri ‘materi’-nya. Pada momen ini, anggota mendapatkan pembinaan ‘learning
to know’, ‘learning to do’, dan ‘learning to be’ sekaligus. Maka dalam hal ini
sangat penting untuk dipahami, bahwa setiap rutinitas kegiatan, haruslah
memberdayakan potensi anggota sekaligus menjadi bentuk pembinaan dan
pengembangan aktif bagi anggota. Kaderisasi ini sangat baik dalam proses
pembinaan, penjagaan, dan pengembangan secara sistematis.
Analisis Sederhana Kaderisasi dalam Organisasi
Menurut Hemat pemakalah kaderisasi
merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari
kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat
sulit dibayangkan sebuah organisasi dapat bergerak dan melakukan tugas-tugas
keorganisasiannya dengan baik dan dinamis. Kaderisasi adalah sebuah keniscayaan
mutlak membangun struktur kerja yang mandiri dan berkelanjutan.
Fungsi dari kaderisasi adalah
mempersiapkan calon-calon (embrio) yang siap melanjutkan tongkat estafet
perjuangan sebuah organisasi. Kader suatu organisasi adalah orang yang telah
dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu,
sehingga dia memiliki kemampuan yang di atas rata-rata orang umum. Bung Hatta
pernah menyatakan kaderisasi dalam kerangka kebangsaan, “Bahwa kaderisasi sama
artinya dengan menanam bibit. Untuk menghasilkan pemimpin bangsa di masa depan,
pemimpin pada masanya harus menanam.”
Dari sini, pandangan umum
mengenai kaderisasi suatu organisasi dapat dipetakan menjadi dua ikon secara
umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran kaderisasi
(obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi sebuah organisasi
adalah individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam sebuah
organisasi dan kebijakan-kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan
kesinambungan tugas-tugas organisasi.
Sedangkan yang kedua adalah obyek dari
kaderisasi, dengan pengertian lain adalah individu-individu yang dipersiapkan
dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi. Sifat sebagai subyek dan
obyek dari proses kaderisasi ini sejatinya harus memenuhi beberapa fondasi
dasar dalam pembentukan dan pembinaan kader-kader organisasi yang handal,
cerdas, pintar dan matang secara intelektual, profesional dan psikologis.
Sebagai subyek atau pelaku, dalam
pengertian yang lebih jelas adalah seorang pemimpin. Bagi Bung Hatta,
kaderisasi sama artinya dengan edukasi, pendidikan. Pendidikan tidak harus
selalu diartikan pendidikan formal, atau dalam istilah Hatta
“sekolah-sekolahan”, melainkan dalam pengertian luas. Tugas pertama-tama
seorang pemimpin adalah mendidik. Jadi, seorang pemimpin hendaklah seorang yang
memiliki jiwa dan etos seorang pendidik.
Membangun organisasi bukanlah sekedar mengikuti alur dan
peranan Tuhan yang disebut takdir. Setiap orang tahu itu. Tapi tidak semua
menjalankannya dengan sadar. Membangun organisasi layaknya merawat sebuah
pohon, di mana ada tujuan akhir yang menjadi alasan organisasi ini masih
berdiri, tujuan besar ini kemudian diejawantahkan dalam rencana-rencana jangka
panjang, menengah dan pendek. Ada pelaku/subjek organisasi, lalu ada struktur
yang jelas, metode kerja yang sesuai dengan organisasinya. Tentunya banyak
sekali untuk menjelaskan filosofi organisasi, tapi yang ingin saya tuju adalah
bahwa kesadaran akan visi dan misi organisasi inilah yang penting untuk
membangun kapasitas organisasi yang lebih baik, dan tentunya berimbas pada
kaderisasi setelah itu.
Visi dan misi sebuah organisasi
yang jelas, akan berimbas pada pelaku (atau biasa disebut pengurus)-nya. Imbas
inilah yang dicari, didambakan, diharapkan setiap pelaku organisasi. Misalnya
ketika visi saya adalah membangun sebuah rumah, jelas orang yang membantu
membangun rumah saya akan merasakan rumah yang megah nantinya
Veithzal Rivai, Kepemimpinan Dan
Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, (2011).
Syaiful Arifin (Presma BEM STKIP PGRI Tulungagung
2006-2007), Fungsi
Kaderisasi Organisasi , Diakses dari www.alazhar
Kembangan pada tanggal 24 Desember 2012